Dok. Aksi KABUT BERGERAK Tahun 2013 |
Pengalaman mengajarkan kita banyak hal, tentang kemenangan
kaum buruh pada periode 2011-2012, bagaimana ratusan ribu buruh
Outsourcingseketika menjadi buruh tetap dengan acara sakral yang akrab kita
sebut “Hajatan”, dimana kaum buruh dari lintas perusahaan, baik yang sudah
berorganisasi maupun yang tidak berorganisasi, bahu membahu menyatukan segenap
kekuatannya untuk memukul ke-congkak-kan pengusaha yang sewenang-wenang
terhadap buruh di perusahaannya. Hal tersebut secara garis besar memberikan
pelajaran bagi kaum buruh, bahwa persatuan kaum buruh-lah sebagai senjata utama
kaum buruh dalam meraih kemenangan perjuangannya.
Dalam waktu yang tidak lama juga, para pengusaha telah
belajar dari pengalaman kekalahan mereka pada periode tahun 2011-2012, dan
dengan sangat cepat dan sistematik mereka (para pengusaha) melakukan pukulan
balik kepada kaum buruh dengan berbagai cara; pertemuan para pengusaha,
membentuk organisasi pengusaha, membentuk forum-forum komunikasi dengan
beberapa instansi pemerintahan (yang syarat dengan “konspirasi” pengusaha dan
pemerintah), atau bahkan melakukan “perselingkuhan” dengan beberapa pimpinan
organisasi-organisasi serikat pekerja untuk meredam keberanian berjuang para
anggotanya khususnya dan kaum buruh pada umumnya. Di Kabupaten Bekasi misalnya,
bagaimana Pengusaha dan Pemerintah bersama beberapa organsasi bentukan (LSM,
Himpunan masyarakat yang didalangi oleh pejabat pemerintahan,
paguyuban-paguyugan kaum Komprador) dan beberapa “Elit” organisasi serikat
pekerja bersepakat menandatangani “Harmonisasi Industri”, yang sejatinya adalah
merupakan bentuk upaya “pemandulan”terhadap gerakan buruh dan gerakan serikat
buruh. Yang telah sama-sama kita saksikan dampaknya hari ini, kaum buruh (yang
belum berorganisasi maupun yang sudah berorganisasi) mengalami “Demoralisasi”
atau penurunan moral “keberanian” kaum buruh dan rakyat untuk memperjuangkan
kepentingannya.
Bagi organisasi yang masih setia pada tujuan-tujuan
memperjuangkan ideology klas buruh, dalam tulisan ini ada beberapa usulan berdasarkan landasan teoritik yang tentunya
telah kita pelajari, diskusikan dan praktekkan serta telah kita evaluasi dalam
beberapa kesempatan agenda pertemuan organisasi. Usulan-usulan disini akan
memprovokasi akal sehat anda jika anda bukan orang yang memiliki pikiran
terbuka atas perubahan, saya sarankan jangan membaca tulisan ini.
Anda sudah diperingatkan !
Selamat membaca, jika berani !
Kita Butuh Rutinitas
Tradisi organisasi hanya bisa tumbuh dengan adanya aktivitas
rutin. Aktivitas rutin mengembangkan keteraturan dalam organisasi,
mengembangkan sifat dapat di percaya, menjamin adanya kelenturan dan
persaudaraan dalam orgasnisasi.
Keteraturan sangat penting, Orang berorganisasi untuk bisa
mengatur gerak bersama. Rutinitas ditemui dalam tiap organisasi yang besar dan
maju. Tim sepak bola misalnya, harus rutin berlatih dan bertanding. Tiap pemain
harus mengenal betul kelebihan dan kelemahan pemain lainnya. Untuk itulah
rutinitas diperlukan, supaya kerjasama dilapangan bisa berlangsung mulus.Mereka
yang berlatih silat, harus terus-menerus melatih gerakannya, supaya gerakan itu
akan keluar secara reflek dalam pertarungan maupun pertandingan. Militer
lebih-lebih lagi, harus mengisi hari-harinya dengan rutinitas sebagai
pembentukkan disiplin. “ Disiplin diperlukan agar sekian ratus ribu orang bisa
bergerak sebagai satu tubuh dan satu pikiran “,Untuk itu tiap orang harus
dibiasakan menjalankan tugas-tugas remeh dalam rutinitas.
Sifat dapat di percaya juga akan tumbuh dari rutinitas.
Bayangkan saja jika ada orang yang ada mendapat selebaran organisasi, lalu
memutuskan untuk melihat seperti apa organisasi yang mengeluarkan selebaran
ini. Dia akan mencari alamat yang ditulis sebagai sekretariat organisasi.
Barang kali dia akan menelpon, lalu membuat janji untuk bertemu, bisa jadi juga
ia akan langsung datang ke sekretariat organisasi. Bayangkan jika ia hanya
menemui sekretariat yang di isi oleh orang-orang yang sedang bermain kartu atau
sedang tidur-tiduran saja. Tentunya akan lebih mudah untuk membuat orang lain
percaya denga organisasi kita jika kapanpun seseorang datang ke sekretariat, ia
menemukan sekumpulan orang sedang berdiskusi, mengadakan pendidikan, menulis
laporan kerja atau memproduksi bahan-bahan propaganda. Kalaupun ia datang
dimana sedang tidak ada kegiatan, ia tetap dapat bertemu beberapa orang petugas
piket yang dapat diajaknya berdiskusi, dari petugas piket itu ia dapatkan
jadwal aktivitas yang dapat diikutinya dalam kunjungannya yang akan datang. (Bisa
dibayangkan perbedaannya).
Kelenturan juga akan muncul dari rutinitas. Jika seorang
tahu bahwa organisasi mengadakan tiga kali diskusi perminggu, ia dapat mengatur
jadwalnya jauh-jauh hari. Seperti kita tahu jam tayang film BOX OFFICE di
televisi (kita tahu film tersebut tidak ditayangkan setiap hari, bisa sekali
seminggu, dua kali atau tiga kali dalam seminggu), kita dapat memlilih kapan
kita akan menonton film pilihan kita, kita dapat mengatur waktu kita agar
pekerjaan kita tidak terganggu, dan kita tetap bisa menikmati film-film HOLLYWOOD
terbaru, menelan mentah-mentah propaganda Amerika. Tanpa adanya aktivitas
rutin, semuanya akan dilangsungkan secara mendadak. Dan bagi klas buruh, akan
sulit sekali membuat jadwal dadakan.
Persaudaraan juga merupakan proses yang membutuhkan
rutinitas, semua orang yang berpacaran harus secara rutin bertemu, tanpa itu
hubungan tidak akan berjalan. Terlebih lagi sebuah organisasi yang berisi
sekian ratus atau ribuan orang, tanpa adanya rutinitas pertemuan berkonteks
kegiatan organisasi, tidak akan muncul rasa setia kawan. Jika anggota
organisasi lebih banyak bertemu dalam permainan bola, permainan kartu atau
mabuk bersama, maka persaudaraan yang akan
terbangun adalah satu dalam kemabukan, satu dalam kesenangan – bukan
satu dalam perjuangan membebaskan rakyat tertindas.
Kita Butuh Organiser Purnawaktu (Full timer)
Ada banyak organisasi, terutama organisasi sukarela, yang
bisa hidup dan berkembang dengan baik hanya dengan mengandalkan kegiatan rutin
– tanpa memerlukan organiser purna waktu. Kita bisa mengambil contoh Karang
Taruna misalnya, asal masih ada kegiatan tujuh belasan, atau turnamen catur
bulanan, atau kompetisi galpeh dan karambol bulanan, organisasi ini masih akan
terus bertahan. Tapi begitu kita meningkatkan standard aktivitas yang harus
dilakukan, menaikkan cakupan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan itu,
persoalannya mulai besar.
OSIS misalnya, organisasi ini bisa saja dijalankan dengan
cara seperti menjalankan karang taruna. Tapi, jika para pengurus OSIS cukup
berambisi, dan ingin melakukan kegiatan perlombaan antar Sekolah, mulailah ada
kebutuhan untuk meninggalkan kelas, biasanya Guru BP atau Guru Pembimbing OSIS
berkeliling ke kelas-kelas memanggil para pengurus OSIS yang diberi ijin
meninggalkan kelas untuk mengurus ini dan itu. Terlebih lagi sebuah organisasi politik yang memiliki
keinginan gila-gilaan; menangkat klas buruh ke tampuk kekuasaan. Bisa
dibayangkan berapa banyak waktu, tenaga dan sumber daya lainnya yang harus
dikerahkan demi tercapainya tujuan ini. Bisa dibayangkan jika tiap anggota
hanya menggunakan tujuh jam seminggu untuk keperluan I-P-O, bagaimana mungkin
tujuan ini bisa tercapai!
Untuk itulah kita memerlukan orang-orang yang bekerja purna
waktu. Mereka ini, sesuai dengan rumusan yang dibuat dalam konstitusi kita,
bukanlah orang-orang yang bekerja 24 jam sehari bagi organisasi, melainkan yang
menyerahkan semua waktu luangnya demi perjuangan klas pekerja – itu artinya
delapan jam sehari (dengan asumsi delapan jam dipakai bekerja mencari nafkah
dan delapan jam lagi untuk beristirahat), dalam delapan jam, setidaknya satu
selebaran akan dapat di produksi dalam sehari, dalam delapan jam setidaknya
satu diskusi telah diadakan, dalam delapan jam satu laporan telah selesai
dibuat atau di evaluasi.
Mereka yang bekerja purna waktu itu, tentunya tidak dapat
menggantikan seluruh anggotanya. Tapi, mereka ini seharusnya diberi mandat oleh
organisasi untuk mengkoordinasikan anggota-anggota lain yang waktu kerja organisasinya
kurang dari delapan jam sehari, memberi semangat dan dorongan bagi anggota yang
waktu kerja organisasinya kurang dari tujuh jam seminggu.
Agar kawan-kawan yang bekerja purna waktu ini tidak
terbebani dapurnya, maka anggota yang bekerja kurang dari tujuh jam seminggu
bagi organisasi haruslah memberi dukungan material yang memadai – baik dalam
bentuk bahan baku, alat kerja maupun dana. Kita tidak akan menggaji para
pekerja purna waktu ini, tapi hanya menyediakan sumber daya yang cukup agar jangan
sampai biaya yang dikeluarkannya dalam menjalankan tugas organisasi diambil
dari jatah dapurnya.
Kita Butuh Tampil Lebih Sering Di Muka Publik
Sebuah perusahaan multinasional membutuhkan iklan, itu kita
sudah tahu. Tapi di jaman yang katanya sudah sangat super duper modern ini,
iklan saja tidak cukup. Perusahaan besar tidak hanya harus membuat massa
konsumennya mengenal produk, tapi juga mengikat kesetiaan konsumen pada produk
tersebut. Oleh karena itulah mereka sekarang memerlukan alat yang di sebut CSR
(Corporate Sosial Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Mereka
juga membuat berbagai acara yang semakin mengenalkan produk mereka pada
masyarakat.
Kalau sebuah perusahaan besar dan multinasional saja membutuhkan promosi, Apalagi kita !.
Jika dibandingkan, kita ini sedang memproduksi sebuah ide, ide yang
bertentangan dengan akal sehat massa rakyat pekerja, akal sehat yang pada saat
ini dikendalikan oleh hegemoni klas berkuasa. Maka, kita bukan hanya
membutuhkan iklan, kita bukan hanya butuh agar massa mengenal kita – tapi kita
butuh agar massa rakyat paham dan menerima ide yang kita usung.
Untuk itu, aktivitas rutin propaganda tidak hanya lewat
internet saja, sebagian besar kaum buruh belumlah terhubung pada internet saat
ini. Kita harus lebih sering tampil di muka publik. Massa rakyat harus melihat keberadaan kita secara fisik.
Para buruh, petani, nelayan, rakyat miskin harus melihat secara langsung
para pelopor organisasi kita. Mayoritas buruh harus melihat
dengan mata kepalanya sendiri bagaimana para pelopor organisasi kita bekerja
bagi kemenangan mereka. Massa rakyat membutuhkan teladan yang terang dan tegas,
mereka harus menjumpai para anggota organisasi dalam bekerja ditengah mereka.
Kita membutuhkan aksi, Tidak harus berupa pawai-pawai besar
yang diikuti ribuan orang. Pawai-pawai seperti ini haruslah dipandang sebagai
alat untuk menguji apakah kehadiran kita di tengah massa rakyat telah cukup berpengaruh
– bukan sebagai alat untuk mendapatkan
pengaruh itu.
Aksi-aksi yang harus kita lakukan adalah aksi-aksi kecil,
yang dilakukan di tempat-tempat dimana buruh-buruh berkumpul, di depan pabrik-pabrik, di
perkampungan-perkampungan buruh. Aksi-aksi kita haruslah memperkenalkan
pandangan-pandangan organisasi pada massa, bisa aksi pembagian Pernyataan
Sikap, pembagian Selebaran atau lainnya yang berkaitan dengan bagaimana cara
kita mempengaruhi pemikiran massa, dan massa melihat secara langsung bagaimana
organisasi kita bekerja.
Aksi-aksi ini harus dengan rutin dilakukan, seminggu sekali,
atau dua minggu sekali. Sampai massa rakyat pekerja terbiasa dengannya, sampai
mereka merindukannya, sampai intel memasukannya dalam jadwal pengintaian rutin
mereka.Secara bergantian tiap titik daerah harus disisir dengan aksi-aksi.
Tidak boleh ada sudut daerah yang belum pernah mendengar nama organisasi kita,
program-programnya, maupun sikapnya berhadapan dengan situasi ekonomi-politik
tertentu.
Klas Buruh Harus Sudah Mulai Menjadi Pemimpin Gerakan rakyat
Kepemimpinan klas buruh? Apa itu? Bagaimana klas buruh bisa
memimpin gerakan rakyat? Dalam bentuk apa? Yah, sebetulnya sama saja dengan
soal bagaimana Pengurus Pusat memimpin Pengurus Daerah (Provinsi,Kabupaten/Kota).
Para pimpinan harus hadir di depan massa, harus dikenal oleh massa, harus
membimbing massa bekerja, harus mendampingi massa merancang program dan
berjuang mewujudkannya.
Dengan demikian, jika klas buruh mau memimpin gerakan
rakyat, maka kader-kader yang berasal dari klas buruh, harus tampil di depan
organisasi-organisasi massa rakyat dari sektor lain, mendampingi pembuatan
programnya, membantu memperkuat organisasi-organisasi massa diluar klas mereka,
memberinya arahan dan juga dikusi-diskusi untuk memperkuat kesadaran klas
mereka.
Sebagai organisasi politik, para pimpinan mulai dari pusat
sampai pengurus daerah haruslah membangun jembatan yang memungkinkan
organisasi-organisasi massa dari berbagai klas dan sektor untuk bertemu,
mendikusikan masalah masing-masing, dan saling berbagi bantuan. Bukan lagi
solidaritas – solidaritas sudah ketinggalan jaman – yang kita perlukan adalah
kerjasama organik lintas klas.
Bukan hanya membuat Front atau Aliansi yang sekedar berbasis
isu atau berbasis momentum. Kerjasama yang dibuat haruslah berupa formasi yang
lebih strategis, yang bertujuan meneguhkan kepemimpinan riil klas buruh
ditengah klas dan sektor lainnya.
Setelah membaca tulisan ini,
- Apakah usulan dalam tulisan ini dapat anda terima? Berikan alasannya?
- Kembalilah mengukur kesiapan diri anda, sejauh mana tindakan anda berorganisasi?
- Jika sudah merasa siap, segeralah diskusikan usulan ini dengan kawan-kawan anda, di pabrik, di rumah, di pos ronda, di tempat nongkrong dan dimanapun anda berada.
- INGAT; jangan Cuma di diskusikan, bertahaplah menerapkannya dalam kegiatan berorganisasi anda.
- Saran; Jangan pernah merasa puas dengan hanya sekali mencoba, lakukan seperti saat anda membeli kupon berhadian yang bertuliskan “COBA LAGI”...dan “COBA LAGI”...beli lagi dapetnya “COBA LAGI”...LAGI...LAGI...LAGI dan LAGI... sampai anda MENANG
Loeh: Lukman Maulana
0 komentar:
Post a Comment