Ayo! Rubah Cara Berorganisasi Kita

Thursday, 12 October 2017

Ayo! Rubah Cara Berorganisasi Kita

Ayo! Rubah Cara Berorganisasi Kita
Dok. Aksi KABUT BERGERAK Tahun 2013
Pengalaman mengajarkan kita banyak hal, tentang kemenangan kaum buruh pada periode 2011-2012, bagaimana ratusan ribu buruh Outsourcingseketika menjadi buruh tetap dengan acara sakral yang akrab kita sebut “Hajatan”, dimana kaum buruh dari lintas perusahaan, baik yang sudah berorganisasi maupun yang tidak berorganisasi, bahu membahu menyatukan segenap kekuatannya untuk memukul ke-congkak-kan pengusaha yang sewenang-wenang terhadap buruh di perusahaannya. Hal tersebut secara garis besar memberikan pelajaran bagi kaum buruh, bahwa persatuan kaum buruh-lah sebagai senjata utama kaum buruh dalam meraih kemenangan perjuangannya.

Dalam waktu yang tidak lama juga, para pengusaha telah belajar dari pengalaman kekalahan mereka pada periode tahun 2011-2012, dan dengan sangat cepat dan sistematik mereka (para pengusaha) melakukan pukulan balik kepada kaum buruh dengan berbagai cara; pertemuan para pengusaha, membentuk organisasi pengusaha, membentuk forum-forum komunikasi dengan beberapa instansi pemerintahan (yang syarat dengan “konspirasi” pengusaha dan pemerintah), atau bahkan melakukan “perselingkuhan” dengan beberapa pimpinan organisasi-organisasi serikat pekerja untuk meredam keberanian berjuang para anggotanya khususnya dan kaum buruh pada umumnya. Di Kabupaten Bekasi misalnya, bagaimana Pengusaha dan Pemerintah bersama beberapa organsasi bentukan (LSM, Himpunan masyarakat yang didalangi oleh pejabat pemerintahan, paguyuban-paguyugan kaum Komprador) dan beberapa “Elit” organisasi serikat pekerja bersepakat menandatangani “Harmonisasi Industri”, yang sejatinya adalah merupakan bentuk upaya “pemandulan”terhadap gerakan buruh dan gerakan serikat buruh. Yang telah sama-sama kita saksikan dampaknya hari ini, kaum buruh (yang belum berorganisasi maupun yang sudah berorganisasi) mengalami “Demoralisasi” atau penurunan moral “keberanian” kaum buruh dan rakyat untuk memperjuangkan kepentingannya.

Bagi organisasi yang masih setia pada tujuan-tujuan memperjuangkan ideology klas buruh, dalam tulisan ini ada beberapa usulan  berdasarkan landasan teoritik yang tentunya telah kita pelajari, diskusikan dan praktekkan serta telah kita evaluasi dalam beberapa kesempatan agenda pertemuan organisasi. Usulan-usulan disini akan memprovokasi akal sehat anda jika anda bukan orang yang memiliki pikiran terbuka atas perubahan, saya sarankan jangan membaca tulisan ini.

Anda sudah diperingatkan !
Selamat membaca, jika berani !

Kita Butuh Rutinitas


Tradisi organisasi hanya bisa tumbuh dengan adanya aktivitas rutin. Aktivitas rutin mengembangkan keteraturan dalam organisasi, mengembangkan sifat dapat di percaya, menjamin adanya kelenturan dan persaudaraan dalam orgasnisasi.

Keteraturan sangat penting, Orang berorganisasi untuk bisa mengatur gerak bersama. Rutinitas ditemui dalam tiap organisasi yang besar dan maju. Tim sepak bola misalnya, harus rutin berlatih dan bertanding. Tiap pemain harus mengenal betul kelebihan dan kelemahan pemain lainnya. Untuk itulah rutinitas diperlukan, supaya kerjasama dilapangan bisa berlangsung mulus.Mereka yang berlatih silat, harus terus-menerus melatih gerakannya, supaya gerakan itu akan keluar secara reflek dalam pertarungan maupun pertandingan. Militer lebih-lebih lagi, harus mengisi hari-harinya dengan rutinitas sebagai pembentukkan disiplin. “ Disiplin diperlukan agar sekian ratus ribu orang bisa bergerak sebagai satu tubuh dan satu pikiran “,Untuk itu tiap orang harus dibiasakan menjalankan tugas-tugas remeh dalam rutinitas.

Sifat dapat di percaya juga akan tumbuh dari rutinitas. Bayangkan saja jika ada orang yang ada mendapat selebaran organisasi, lalu memutuskan untuk melihat seperti apa organisasi yang mengeluarkan selebaran ini. Dia akan mencari alamat yang ditulis sebagai sekretariat organisasi. Barang kali dia akan menelpon, lalu membuat janji untuk bertemu, bisa jadi juga ia akan langsung datang ke sekretariat organisasi. Bayangkan jika ia hanya menemui sekretariat yang di isi oleh orang-orang yang sedang bermain kartu atau sedang tidur-tiduran saja. Tentunya akan lebih mudah untuk membuat orang lain percaya denga organisasi kita jika kapanpun seseorang datang ke sekretariat, ia menemukan sekumpulan orang sedang berdiskusi, mengadakan pendidikan, menulis laporan kerja atau memproduksi bahan-bahan propaganda. Kalaupun ia datang dimana sedang tidak ada kegiatan, ia tetap dapat bertemu beberapa orang petugas piket yang dapat diajaknya berdiskusi, dari petugas piket itu ia dapatkan jadwal aktivitas yang dapat diikutinya dalam kunjungannya yang akan datang. (Bisa dibayangkan perbedaannya).

Kelenturan juga akan muncul dari rutinitas. Jika seorang tahu bahwa organisasi mengadakan tiga kali diskusi perminggu, ia dapat mengatur jadwalnya jauh-jauh hari. Seperti kita tahu jam tayang film BOX OFFICE di televisi (kita tahu film tersebut tidak ditayangkan setiap hari, bisa sekali seminggu, dua kali atau tiga kali dalam seminggu), kita dapat memlilih kapan kita akan menonton film pilihan kita, kita dapat mengatur waktu kita agar pekerjaan kita tidak terganggu, dan kita tetap bisa menikmati film-film HOLLYWOOD terbaru, menelan mentah-mentah propaganda Amerika. Tanpa adanya aktivitas rutin, semuanya akan dilangsungkan secara mendadak. Dan bagi klas buruh, akan sulit sekali membuat jadwal dadakan.

Persaudaraan juga merupakan proses yang membutuhkan rutinitas, semua orang yang berpacaran harus secara rutin bertemu, tanpa itu hubungan tidak akan berjalan. Terlebih lagi sebuah organisasi yang berisi sekian ratus atau ribuan orang, tanpa adanya rutinitas pertemuan berkonteks kegiatan organisasi, tidak akan muncul rasa setia kawan. Jika anggota organisasi lebih banyak bertemu dalam permainan bola, permainan kartu atau mabuk bersama, maka persaudaraan yang akan  terbangun adalah satu dalam kemabukan, satu dalam kesenangan – bukan satu dalam perjuangan membebaskan rakyat tertindas.

Kita Butuh Organiser Purnawaktu (Full timer)


Ada banyak organisasi, terutama organisasi sukarela, yang bisa hidup dan berkembang dengan baik hanya dengan mengandalkan kegiatan rutin – tanpa memerlukan organiser purna waktu. Kita bisa mengambil contoh Karang Taruna misalnya, asal masih ada kegiatan tujuh belasan, atau turnamen catur bulanan, atau kompetisi galpeh dan karambol bulanan, organisasi ini masih akan terus bertahan. Tapi begitu kita meningkatkan standard aktivitas yang harus dilakukan, menaikkan cakupan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan itu, persoalannya mulai besar.

OSIS misalnya, organisasi ini bisa saja dijalankan dengan cara seperti menjalankan karang taruna. Tapi, jika para pengurus OSIS cukup berambisi, dan ingin melakukan kegiatan perlombaan antar Sekolah, mulailah ada kebutuhan untuk meninggalkan kelas, biasanya Guru BP atau Guru Pembimbing OSIS berkeliling ke kelas-kelas memanggil para pengurus OSIS yang diberi ijin meninggalkan kelas untuk mengurus ini dan itu. Terlebih lagi sebuah organisasi politik yang memiliki keinginan gila-gilaan; menangkat klas buruh ke tampuk kekuasaan. Bisa dibayangkan berapa banyak waktu, tenaga dan sumber daya lainnya yang harus dikerahkan demi tercapainya tujuan ini. Bisa dibayangkan jika tiap anggota hanya menggunakan tujuh jam seminggu untuk keperluan I-P-O, bagaimana mungkin tujuan ini bisa tercapai!

Untuk itulah kita memerlukan orang-orang yang bekerja purna waktu. Mereka ini, sesuai dengan rumusan yang dibuat dalam konstitusi kita, bukanlah orang-orang yang bekerja 24 jam sehari bagi organisasi, melainkan yang menyerahkan semua waktu luangnya demi perjuangan klas pekerja – itu artinya delapan jam sehari (dengan asumsi delapan jam dipakai bekerja mencari nafkah dan delapan jam lagi untuk beristirahat), dalam delapan jam, setidaknya satu selebaran akan dapat di produksi dalam sehari, dalam delapan jam setidaknya satu diskusi telah diadakan, dalam delapan jam satu laporan telah selesai dibuat atau di evaluasi.

Mereka yang bekerja purna waktu itu, tentunya tidak dapat menggantikan seluruh anggotanya. Tapi, mereka ini seharusnya diberi mandat oleh organisasi untuk mengkoordinasikan anggota-anggota lain yang waktu kerja organisasinya kurang dari delapan jam sehari, memberi semangat dan dorongan bagi anggota yang waktu kerja organisasinya kurang dari tujuh jam seminggu.

Agar kawan-kawan yang bekerja purna waktu ini tidak terbebani dapurnya, maka anggota yang bekerja kurang dari tujuh jam seminggu bagi organisasi haruslah memberi dukungan material yang memadai – baik dalam bentuk bahan baku, alat kerja maupun dana. Kita tidak akan menggaji para pekerja purna waktu ini, tapi hanya menyediakan sumber daya yang cukup agar jangan sampai biaya yang dikeluarkannya dalam menjalankan tugas organisasi diambil dari jatah dapurnya.

Kita Butuh Tampil Lebih Sering Di Muka Publik


Sebuah perusahaan multinasional membutuhkan iklan, itu kita sudah tahu. Tapi di jaman yang katanya sudah sangat super duper modern ini, iklan saja tidak cukup. Perusahaan besar tidak hanya harus membuat massa konsumennya mengenal produk, tapi juga mengikat kesetiaan konsumen pada produk tersebut. Oleh karena itulah mereka sekarang memerlukan alat yang di sebut CSR (Corporate Sosial Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Mereka juga membuat berbagai acara yang semakin mengenalkan produk mereka pada masyarakat.

Kalau sebuah perusahaan besar dan multinasional  saja membutuhkan promosi, Apalagi kita !. Jika dibandingkan, kita ini sedang memproduksi sebuah ide, ide yang bertentangan dengan akal sehat massa rakyat pekerja, akal sehat yang pada saat ini dikendalikan oleh hegemoni klas berkuasa. Maka, kita bukan hanya membutuhkan iklan, kita bukan hanya butuh agar massa mengenal kita – tapi kita butuh agar massa rakyat paham dan menerima ide yang kita usung.

Untuk itu, aktivitas rutin propaganda tidak hanya lewat internet saja, sebagian besar kaum buruh belumlah terhubung pada internet saat ini. Kita harus lebih sering tampil di muka publik. Massa rakyat  harus melihat keberadaan kita secara fisik. Para buruh, petani, nelayan, rakyat miskin harus melihat secara langsung

para pelopor organisasi kita. Mayoritas buruh harus melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana para pelopor organisasi kita bekerja bagi kemenangan mereka. Massa rakyat membutuhkan teladan yang terang dan tegas, mereka harus menjumpai para anggota organisasi dalam bekerja ditengah mereka.

Kita membutuhkan aksi, Tidak harus berupa pawai-pawai besar yang diikuti ribuan orang. Pawai-pawai seperti ini haruslah dipandang sebagai alat untuk menguji apakah kehadiran kita di tengah massa rakyat telah cukup berpengaruh – bukan sebagai alat untuk mendapatkan  pengaruh itu.

Aksi-aksi yang harus kita lakukan adalah aksi-aksi kecil, yang dilakukan di tempat-tempat dimana buruh-buruh  berkumpul, di depan pabrik-pabrik, di perkampungan-perkampungan buruh. Aksi-aksi kita haruslah memperkenalkan pandangan-pandangan organisasi pada massa, bisa aksi pembagian Pernyataan Sikap, pembagian Selebaran atau lainnya yang berkaitan dengan bagaimana cara kita mempengaruhi pemikiran massa, dan massa melihat secara langsung bagaimana organisasi kita bekerja.

Aksi-aksi ini harus dengan rutin dilakukan, seminggu sekali, atau dua minggu sekali. Sampai massa rakyat pekerja terbiasa dengannya, sampai mereka merindukannya, sampai intel memasukannya dalam jadwal pengintaian rutin mereka.Secara bergantian tiap titik daerah harus disisir dengan aksi-aksi. Tidak boleh ada sudut daerah yang belum pernah mendengar nama organisasi kita, program-programnya, maupun sikapnya berhadapan dengan situasi ekonomi-politik tertentu.

Klas Buruh Harus Sudah Mulai Menjadi Pemimpin Gerakan rakyat


Kepemimpinan klas buruh? Apa itu? Bagaimana klas buruh bisa memimpin gerakan rakyat? Dalam bentuk apa? Yah, sebetulnya sama saja dengan soal bagaimana Pengurus Pusat memimpin Pengurus Daerah (Provinsi,Kabupaten/Kota). Para pimpinan harus hadir di depan massa, harus dikenal oleh massa, harus membimbing massa bekerja, harus mendampingi massa merancang program dan berjuang mewujudkannya.

Dengan demikian, jika klas buruh mau memimpin gerakan rakyat, maka kader-kader yang berasal dari klas buruh, harus tampil di depan organisasi-organisasi massa rakyat dari sektor lain, mendampingi pembuatan programnya, membantu memperkuat organisasi-organisasi massa diluar klas mereka, memberinya arahan dan juga dikusi-diskusi untuk memperkuat kesadaran klas mereka.

Sebagai organisasi politik, para pimpinan mulai dari pusat sampai pengurus daerah haruslah membangun jembatan yang memungkinkan organisasi-organisasi massa dari berbagai klas dan sektor untuk bertemu, mendikusikan masalah masing-masing, dan saling berbagi bantuan. Bukan lagi solidaritas – solidaritas sudah ketinggalan jaman – yang kita perlukan adalah kerjasama organik lintas klas.

Bukan hanya membuat Front atau Aliansi yang sekedar berbasis isu atau berbasis momentum. Kerjasama yang dibuat haruslah berupa formasi yang lebih strategis, yang bertujuan meneguhkan kepemimpinan riil klas buruh ditengah klas dan sektor lainnya.

Setelah membaca tulisan ini,
  1. Apakah usulan dalam tulisan ini dapat anda terima? Berikan alasannya?
  2. Kembalilah mengukur kesiapan diri anda, sejauh mana tindakan anda berorganisasi?
  3. Jika sudah merasa siap, segeralah diskusikan usulan ini dengan kawan-kawan anda, di pabrik, di rumah, di pos ronda, di tempat nongkrong dan dimanapun anda berada.
  4. INGAT; jangan Cuma di diskusikan, bertahaplah menerapkannya dalam kegiatan berorganisasi anda.
  5. Saran; Jangan pernah merasa puas dengan hanya sekali mencoba, lakukan seperti saat anda membeli kupon berhadian yang bertuliskan “COBA LAGI”...dan “COBA LAGI”...beli lagi dapetnya “COBA LAGI”...LAGI...LAGI...LAGI dan LAGI... sampai anda MENANG
Loeh: Lukman Maulana

0 komentar: