Mendengar Dan Memahami, Kunci Dalam Komunikasi

Tuesday 26 March 2019

Mendengar Dan Memahami, Kunci Dalam Komunikasi

Kunci Dalam Komunikasi

Mengapa sih kebiasaan ini merupakan kunci komunikasi? Karena, kebutuhan paling dalam dari hati manusia adalah dipahami. Semua orang ingin dihormati dan dihargai apa adanya – individu yang unik, yang Cuma satu-satunya, yang tidak mungkin dikloning (setidaknya untuk sekarang ini).

Orang takkan mengungkapkan isi hatinya kecuali merasakan kasih serta pengertian yang tulus. Tetapi begitu mereka merasakannya mereka akan menceritakan lebih dari yang mungkin ingin kamu dengar. Kisah berikutnya tentang seorang cewek yang mengidap kelainan makan menunjukkan kuasa pengertian:

Saya sudah lama menderita kelainan makanan ketika ketemu sama Juni, Dera dan Novi, rekan-rekan satu kamar di kampus. Selama dua tahun terakhir saya telah berkonsentrasi untuk berolah raga, dan merayakan setiap ons berat badan yang berkurang. Di usia delapan belas dengan tinggi 175 sentimeter, berat badan saya cuma 45 kilo gram, tulang belulang yang jangkung.

Saya tidak punya banyak teman. Terus-terusan menderita kelainan makan itu membuat saya cepat tersinggung, pendendam, dan begitu letihnya sampai-sampai ngobrol santai pun tidak bisa. Acara-acara sosial sekolah sih tidak mungkin deh. Rasanya, tak ada deh kesamaan saya dengan anak-anak lain yang saya kenal. Ada beberapa teman setia yang sungguh tahan sama dengan saya dan berusaha menolong, tetapi saya tidak mau mendengarkan kuliah mereka tentang badan saya dan mengatai mereka cemburu.

Orang tua saya menyogok saya dengan lemari pakaian baru. Mereka menuntut saya agar saya makan di depan mereka, kalau saya tidak mau, mereka seret saya ke berbagai dokter, ahli terapi, dan spesialis. Saya sengsara dan ddan yakin seluruh hidup saya akan menderita seperti itu.

Lalu saya pindah kuliah. saat itulah saya jadi sekamar dengan Juni, Dera, dan Novi, tiga cewek yang membuat hidup saya layak dijalani lagi.

Kami tinggal di apartemen mungil, di mana semua pola makan serta olahraga saya yang aneh adalah di udara terbuka. Saya tahu pasti mereka menganggap saya aneh. Kalau liat foto saya ketika berusia delapan belas tahun, saya ngeri sendiri jadinya.

Tetapi mereka tidak memperlakukan saya seperti orang bermasalah. Mereka tidak menguliahi saya, tidak memaksa saya makan, tidak bergosip, tidak adu kuat. Saya hampir tidak tahu harus berbuat apa.

Hampir seketika itu juga, saya meresa seperti salah seorang dari mereka, kecuali bahwa saya tidak makan. Kami mengikuti pelajaran sama-sama, mendapatkan pekerjaan, jogging di waktu sere, nonton televisi, dan mejeng di hari Sabtu. Untuk pertama kalinya, kelainan makan saya tidak menjadi topik percakapan. Kami malah banyak membicarakan keluarga, ambisi, serta  ketidakpastian kami.

Saya sungguh takjub pada kesamaan kami. Untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, saya merasa dipahami. Saya merasa seseorang mau meluangkan waktu untuk memahami saya ketimbang selalu berusaha membereskan masalah saya dulu. Bagi cewek-cewek ini seperti yang lain.

Sementara rasa memiliki saya tumbuh, saya pun mulai memerhatikan mereka. Mereka bahagia, menarik, cerdas, dan sesekali mereka makan kue langsung dari tempatnya. Kalau begitu saya punya begitu banyak kesamaan dari mereka, kenapa saya tidak makan tiga kali sehari juga?

Dera, Juni, dan Novi tidak pernah memberitahu saya bagaimana caranya supaya sembuh. Mereka hanya memperlihatkannya setiap hari, dan mereka sungguh berusaha memahami saya sebelum berusaha menyebuhkan saya. Di akhir semester pertama saya di kampus, mereka mengajak saya makan malam. Dan saya merasa disambut. 

Bayangkan pengaruh cewek-cewek ini karena mereka berusaha memahami temannya dulu ketimbang menghakiminya. Menarik bukan bahwa begitu seseorang merasa dipahami dan tidak dihakimi, ia langsung membuka diri terhadap pengaruh? Bayangkan bagaimana jadinya kalau saja rekan-rekan sekamarnya itu berusaha menguliahinya.

Pernahkah kamu dengar pepatah "Orang tidak peduli seberapa banyak yang kamu ketahui hingga mereka yakin kamu peduli?" Alangkah benarnya itu. Bayangkan situasi ketika seseorang tidak mau meluangkan waktu untuk memahami kamu atau mendengarkan kamu. Apakah kamu terbuka terhadap apa yang ia sampaikan?

Kamu bisa menunjukkan kamu peduli hanya dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan tanpa menghakimi dan tanpa memberikan nasehat. Sajak singkat berikut mengilustrasikan betapa manusia butuh didengarkan.

BACA JUGA: 

Dengarkanlah

Kalau aku minta kamu dengarkan,
dan kamu malah menasihati aku,
kamu tidak memberikan apa yang kuminta.
Kalau aku minta kamu dengarkan,
dan kamu malah mengatakan mengapa
aku seharusnya aku tidak seperti itu,
kamu menginjak-injak perasaanku.
Kalau aku minta kamu dengarkan,
dan kamu malah merasa punya
sesuatu untuk mengatasi masalahku,
walaupun tampaknya aneh,
kamu sungguh mengecewakan aku.
Dengarkanlah!! Yang kuminta hanyalah agar
kamu mendengarkan. Jangan bicara
atau berbuat - dengarkan saja.

3 komentar:

Brama Arya Putra said...

Saya mengikuti terus artikel dalam blog ini, makin beragam dan menarik kontennya. Sukses terus gan. Saran nih, akan lebih bagus lagi kalau blognya diupgrade pake LTD. Sukses brođź‘Źđź‘Ť

Mas Monsta said...

mendengarkan lah sebelum berbicara, bicaralah menurut apa yang kau dengar...
bagus puisinya

Mas Monsta said...

mendengarkan lah sebelum berbicara, bicaralah menurut apa yang kau dengar...
bagus puisinya