Dalam teori hukum perburuhan terdapat dua jenis hukum perburuhan yaitu hukum perburuhan otonom dan hukum perburuhan heteronom. Pembedaan dua jenis hukum perburuhan ini lebih dikarenakan adanya sejarah perkembangan hukum perburuhan yang mengakibatkan perubahan dan pergeseran status hukum perburuhan dalam cabang ilmu hukum. Dalam sejarahnya periodisasi hukum perburuhan dibagi menjadi tiga periode.
Periode Hukum Perburuhan Kuno
Ini merupakan periode pertama awal mula diakuinya hukum perburuhan. Periode ini digambarkan sebagai hubungan kerja antara majikan dan buruh yang dianggap sebagai hubungan yang bersifat privat dengan posisi buruh yang sangat lemah. Dalam posisi ini buruh diposisikan sebagai rechts object (objek hukum) bukan sebagai rechts subject (subjek hukum) atau dengan kata lain buruh hanya menjadi benda atau modal hidup (levend kapitaal) (Goenawan Oetomo 2004:10).
Hubungan kerja periodesasi ini sangat bersifat privat, segala hal terkait dengan kesepakatan kerja antara majikan dan buruh diserahkan oleh kedua belah pihak. Artinya seluruh ketentuan yang mengatur hubungan kerja didasarkan oleh kesepakatan majikan dan buruh tanpa ada campur tangan dari pihak ketiga atau peraturan/ketentuan lainnya. Keadaan ini menempatkan hukum perburuhan sebagai bagian dari hukum privat. Akhirnya dalam prakteknya hubungan kerja dengan sifat yang sangat individual ini sangat didominasi oleh majikan sebagai pihak yang memiliki kekuatan baik dari aspek modal maupun kekuasaan. Buruh ditempatkan pada posisi yang lemah dalam praktek terjadilah perbudakan semu (pseudo-slavery) dengan mengatasnamakan hubungan kerja.
Pada saat ini posisi pemerintah sebagai penguasa tidak ikut campur tangan dalam rangka menjaga keselarasan atau keharmonisan hubungan kerja antara majikan dan buruh. Pemerintah hanya memiliki kepentingan bahwa hubungan kerja yang timbul akibat perjanjian kerja tersebut tidak mengganggu ketertiban umum. Tidak menjadi persoalan apakah hubungan kerja itu merugikan atau menguntungkan salah satu pihak atau kedua belah pihak. Hal ini dikarenakan pada saat itu konsep negara adalah penjaga malam yang hanya memiliki kepentingan untuk menjaga ketertiban semata tanpa memperhatikan aspek lain dari kehidupan masyarakatnya.
Periode Hukum Perburuhan Modern
Baca Juga:
Mengetahui Hak - Hak Normatif Buruh
Perppu Ormas Mengancam Kebebasan Berserikat Dan Berorganisasi
Periode kedua kelanjutan dari periode hukum perburuhan kuno yang awali dengan munculnya revolusi industri di Inggris saat ditemukannya teknologi revolusioner saat itu yakni mesin uap. Revolusi industri memunculkan berbagai perusahaan manufaktur yang menyerap tenaga kerja begitu banyak dan terkonsentrasi di daerah perkotaan. Begitu banyaknya perusahaan yang menyerap tenaga kerja menimbulkan solidaritas kaum pekerja sebagai lapisan yang memiliki nasib dan perjuangan yang sama. Maka karakter komunal pada periode ini sangat menonjol. Karena bersifat komunal inilah maka hubungan kerja antara buruh dan majikan semakin kompleks dan tidak mungkin secara mandiri diserahkan kepada para pelaku dalam dunia hubungan kerja (majikan dan buruh) untuk membuat ketentuan yang melibatkan begitu banyak pekerja. Alasan utamanya adalah dengan semakin kompleksnya hubungan kerja maka jika pengaturan diserahkan seluruhnya kepada pihak terkait akan menimbulkan banyak persoalan. Banyaknya jumlah pekerja dan karakternya yang komunal mau tidak mau telah membentuk konfigurasi tertentu yang mengakibatkan bertambah kuatnya posisi pekerja dalam membuat perjanjian kerja yang,walaupun tidak murni, sering disebut contractvrijheid (Soeharnoko 1976:19) dengan hubungan kerja.
Hubungan kerja antara majikan dan pekerja yang sudah mulai kuat akan berpotensi untuk memunculkan konflik akibat dari gesekan kepentingan dari masing-masing pihak. Gesekan kepentingan ini jika dibiarkan diselesaikan oleh masing-masing pihak maka akan sangat sulit penyelesaiannya bahkan ada kecenderungan akan memperbesar konlfik yang sudah ada. Pendek kata dibutuhkan pihak yang memiliki kekuasaan penuh yang dipatuhi oleh pihak terkait rangka menjaga keselarasan hubungan kerja. Pihak tersebut adalah pemerintah.
Periode ini ditandai juga dengan adanya campur tangan pemerintah secara pasif dalam mengurus masalah hubungan kerja. Artinya pemerintah sudah mulai membuat berbagai aturan yang terkait dengan hubungan kerja. Hanya saja, dalam implementasinya tetap diserahkan oleh pihak yang bersangkutan langsung dengan masalah hubungan kerja. Dengan demikian peran dalam pelaksanaan tetap ada pada buruh dan majikan. Dalam periode ini hukum perburuhan masuk dalam cabang hukum administrasi Negara.
Dengan demikian pada periode ini terdapat dua jenis sumber hukum perburuhan yaitu hukum perburuhan yang berasal dari pemerintah yaitu segala ketentuan yang dibuat oleh pemerintah yang mengatur masalah hubungan kerja yang sering dikenal dengan hukum perburuhan heteronom. Dan hukum perburuhan yang berasal dari para pelaku hubungan kerja melalui perjanjian kerja yang sering dikenal dengan hukum perburuhan otonom.
Periode Hukum Perburuhan Idealistik
Periode ini merupakan dampak dari perubahan filosofi pembentukan negara yang pada awalnya Negara dibentuk dalam rangka menjaga ketertiban umum dan stabilitas keamanan (penjaga malam) bergeser dengan sebuah filosofi bahwa negara dibentuk dalam rangka mensejahterakan rakyat (welfare state).Dengan filosofi negara memiliki fungsi untuk mensejahterakan rakyatnya, maka campur tangan negara dalam berbagai aspek kehidupan rakyatnya menjadi konsekuensi logis atas adanya negara tersebut. Dikaitkan dengan periodisasi hukum perburuhan maka dalam periode ini pemerintah turut campur tangan secara aktif dalam arti dalam mengatur hubungan kerja pemerintah membuat ketentuan sekaligus melaksanakan ketentuan tersebut. Pada periode ini hukum perburuhan menjadi cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri. Periode ini hukum perburuhan memiliki karakter yang khas yaitu bersumber dari ketentuan pemerintah (hukum perburuhan heteronom) dan yang dibuat oleh pelaku hubungan kerja (hukum perburuhan otonom).
Dari Ketiga periodesasi sejarah hukum perburuhan diatas telah memunculkan dua jenis hukum perburuhan yaitu pertama hukum perburuhan otonom yang dibuat oleh buruh dan majikan yang biasanya berbentuk perjanjian, kedua hukum heteronom yang dibuat langsung oleh pemerintah yang berbentuk peraturan perundang-undangan perburuhan baik yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah dan berbagai aturan lainnya.
0 komentar:
Post a Comment