Sekali Lagi Tentang Pembentukan Dan Hegemoni Kesadaran

Monday 1 April 2019

Sekali Lagi Tentang Pembentukan Dan Hegemoni Kesadaran

Pembentukan Dan Hegemoni Kesadaran
Pengantar

"Kesadaran" telah menjadi kosa kata yang sering kali mewarnai perdebatan dalam organisasi gerakan hari ini. Di forum rapat serikat buruh misalnya, terkadang kita menemukan seorang pengurus mengeluhkan masalah kurangnya kesadaran anggota tentang serikat buruh, sehingga partisipasi anggota dalam aktivitas organisasi serikat buruh menjadi sedikit sekali.

Bahkan sebagian kawan sering melimpahkan semua masalah organisasi di pundak anggota. Pendidikan tidak berjalan, alasannya anggota belum sadar. Rapat tidak berjalan, alasannya anggota belum sadar. Pengorganisiran tidak berjalan, alasan nya buruhnya belum pada sadar. Jadi semua masalah organisasi jadi kesalahan nya Pak Sadar.

Mungkin saja, ketika di lapangan kita sering keheranan, dan merasa putus-asa karena seruan seruan kita tidak didengar oleh massa yang menjadi sasaran agitasi, bahkan anggota sekalipun. Bolak-balik, kolektif kita mengadakan evaluasi atas teknik yang digunakan, isi agitasi ataupun tingkat kesadaran massa. Namun, tetap saja bertumbukan dengan tembok baja kebebalan dominasi pemikiran massa yang telah terdoktrin oleh lingkungan sosial dalam waktu yang cukup lama. Akhirnya kita mengambil kesimpulan yang keliru, bahwa memang massa berkesadaran terbelakang.

Satu yang tidak dapat dipungkiri bahwa kesadaran buruh tidak dapat dipisahkan dari cara pandang atas persoalan sosial tertentu yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Itu sebabnya kesadaran disebut sebagai Produk Sosial.

Download Perppu Ormas Terbaru DISINI

Proses Pembentukan Kesadaran


Setiap orang memiliki tolok-ukur mengenai apa yang dianggapnya baik dan sudah seharusnya ataupun buruk dan tidak seharusnya. Setiap saat, setiap detik dari hidup seorang manusia, ia membuat pilihan-pilihan yang didasarkan pada perbandingan antara berbagai hal, terutama dengan tolok ukur ini.

Ada berbagai sebutan mengenai tolok ukur ini: nilai, norma, ideologi, dsb. Namun, secara umum, tolok ukur ini dapat dirangkum menjadi satu himpunan saja, apa yang disebut cara pandang atas dunia. Cara pandang atas dunia inilah yang dipakai tiap orang untuk mengambil keputusan, dari mulai apakah dia akan ngebut di jalan, apakah dia akan membuang sampah sembarangan, apakah dia akan datang ke pertemuan dengan tepat waktu, sampai pada apakah ia akan bergabung dengan organisasi atau partai politik tertentu.

Namun tidak ada orang yang dilahirkan dengan cara pandang atas dunia dipatri ke dalam kepalanya. Bahkan, seorang bayi yang baru lahir dapat dibilang hampir buta dan tidak dapat membedakan bentuk. Itulah makanya bayi sangat senang kalau ada satu benda digoyang goyangkan di hadapannya, apakah itu kepala atau jari tangan atau mainan. Ini membantu mereka mengenali dunianya. Bahkan kita sering temukan bagaimana seorang bayi selalu berusaha memasukkan berbagai benda ke dalam mulutnya. Karena seorang bayi digerakkan oleh naluri bertahan hidup belaka, ia berusaha mengenali apa saja benda yang dapat dimakannya. Ia berusaha mengenali dunia berdasarkan kebutuhannya untuk makan.

Naluri untuk bertahan hidup inilah satu-satunya cara pandang atas dunia yang alamiah. Dan ini tidak membedakan manusia dari segala jenis hewan lainnya, yang juga digerakkan oleh naluri yang sama. Yang membedakan manusia dari dunia hewan adalah sistem sosialnya, yang mengandalkan pendidikan sebagai alat bertahan hidup. Melalui pendidikan-lah seorang bayi mendapatkan cara pandang yang lebih utuh atas dunianya.

Demikianlah seorang bayi mulai dilatih pelan-pelan untuk berpandangan bahwa penggunaan tangan kanan adalah elok sedangkan tangan kiri adalah untuk cebok; bahkan para pengguna tangan kiri mendapat sebutan lain kidal, yang mencerminkan pandangan bahwa pengguna tangan kanan itu normal sedangkan pengguna tangan kiri tidak normal. Jelas, kalau dilihat dari sudut pandang lain, ini adalah penghinaan buat mereka yang menggunakan tangan kiri.

Sistem pendidikan dalam masyarakatlah yang memaksakan pandangan ini pada seorang anak bahkan dari masa ia baru mulai mengenali dunianya. Semasa seseorang masih berada dalam tahap balita (pra-sekolah), keluargalah yang memasok kesadaran ke dalam pikirannya. Dari ayah dan ibunya ia mendapat cara pandang apa yang harus dipakainya untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.

Ketika ia sudah beranjak lebih besar, ia mulai mendapati lingkungan selain keluarganya. Ia mulai bermain dengan anak-anak lain  dan seringkali mendapati bahwa anak-anak lain memiliki pandangan yang berbeda dengannya berkaitan dengan sesuatu.

Dalam permainan masa kanak-kanak, kita mulai diajari ketrampilan sosial dalam bentuk seutuhnya. Segala bentuk kooperasi (hubungan kerjasama), kompetisi (persaingan), kooptasi (mendapatkan persetujuan orang lain), manipulasi (mengakali orang lain agar bertindak di luar kehendaknya), sampai dominasi (memaksa orang lain tunduk) dan subordinasi (ketundukan), dll., dipelajari dalam masa kanak-kanak seseorang. Semua ini berkaitan dengan perubahan-perubahan atas cara pandang.
Sejak seorang anak pertama kali keluar dari rumah, ia telah diajari bahwa cara pandangnya tidak dapat dipertahankannya selamanya. Cara pandangnya harus berbenturan dengan cara pandang orang lain, dan berubah sejalan dengan maju-mundurnya perbenturan itu. Hasil dari benturan cara pandang ini, sebagaimana pertempuran dalam bentuk-bentuk lainnya, ditentukan oleh kuantitas dan kualitas cara pandang yang bertarung. Sebuah cara pandang yang tidak matang atau lengkap pastilah akan digusur oleh cara pandang yang lebih matang dan lengkap. Demikian pula seseorang yang sendirian dalam cara pandangnya akan dikepung oleh cara pandang lain dan dipaksa untuk berubah.
Ada begitu banyak kemungkinan kombinasi kekuatan yang bertarung, dan ada begitu banyak kemungkinan hasil akhir pertarungan ini. Namun, secara umum, kesadaran  sejak semula merupakan sebuah produk sosial, dan akan terus begitu selama manusia ada di muka bumi.

Karena kesadaran adalah produk sosial, maka lingkungan sosial di mana seseorang berada akan menjadi faktor paling dominan, paling berpengaruh, untuk pembentukan kesadarannya. Yang dimaksud lingkungan sosial bukan semata-mata lingkungan pergaulan kita. Lingkungan pergaulan menjadi sangat penting karena inilah bagian dari lingkungan sosial yang paling dekat dengan seseorang, yang memiliki dampak langsung terhadap pemikirannya. Namun, lingkungan sosial jauh lebih luas daripada sekedar lingkungan pergaulan, ia adalah sum total (hasil penumpukan) semua interaksi / hubungan seseorang dengan dunia di mana ia tinggal. Dengan kata lain, lingkungan sosial adalah akumulasi proses sejarah yang dialami seseorang sejak masa ia mulai mengenal dunia.

Dan pada saat ini, hubungan sosial yang mendominasi seluruh kehidupan manusia adalah hubungan komoditi (komoditifikasi)  di mana setiap benda, hal dan peristiwa dilihat sebagai barang yang harus diperjualbelikan. Dengan demikian, setiap orang berada dalam posisi tertentu dalam proses komoditifikasi ini. Ia dapat menjadi penghasil komoditi, ia dapat menjadi penjual komoditi, ia dapat menjadi pemilik komoditi, ia dapat menjadi pihak yang dirugikan dalam proses komoditi ini, ia dapat menjadi pihak yang diuntungkan olehnya.

Hari ini, masyarakat kita dibagi menjadi kelas-kelas sosial menurut perannya dalam proses produksi komoditi ini. Dua kelas utama yang ada dalam masyarakat kita adalah kelas buruh dan kelas pengusaha. Sementara di samping itu ada juga kelas-kelas lain seperti kelas tani bebas, kelas nelayan kecil, dll., yang pada dasarnya meneruskan pola produksi dari masa terdahulu dan kini sedang diremukkan oleh kapitalisme agar mau tunduk pada pola produksi kapitalis.

Ini berarti bahwa kesadaran kelas adalah satu kesadaran yang muncul di benak seseorang tentang posisi dia dalam sistem sosial-produksi masyarakat, dan bahwa masyarakat harus diatur agar menguntungkan posisinya. Dan karena proses pembentukan kesadaran merupakan sebuah proses yang penuh benturan, peremukan dan pembangunan kembali, tidak semua orang akan menemukan kesadaran kelasnya. Dengan kata lain, tidak semua orang akan menyadari apa peran yang sesungguhnya dimainkannya dalam proses komoditifikasi. Kesadarannya dibentuk, bukan oleh pemahamannya akan posisinya sendiri, melainkan merupakan hasil penaklukan yang dilakukan oleh pihak lain. Dan proses penaklukan kesadaran inilah yang kemudian kondang dengan nama hegemoni atau dominasi kesadaran. Kesadaran seseorang adalah hasil keterlibatannya dalam benturan berbagai kelompok yang berusaha mempertahankan kepentingannya masing-masing.

Oleh karena itu, kita dapat melihat bagaimana seorang aktivis gerakan buruh, yang berasal dari keluarga buruh miskin, sejak lama terlibat dalam gerakan buruh, turut membangun dan memajukan kualitas gerakan buruh sampai terbentuk konfederasi nasional serikat buruh independen, berkali-kali mengalami represi, dst., kini menyerah dan berbalik arah setelah bergabung dengan sebuah LSM. Alasan yang dikemukakannya sederhana sekali, Aku sudah bosan miskin – sebuah pernyataan yang sarat dengan makna historis. Lingkungan pergaulannya saat ini, di kalangan orang orang kelas menengah yang hidup berkecukupan (jika dilihat dari sudut pandang buruh) mengubah pandangannya terhadap cara-cara yang selama ini dipergunakannya untuk lepas dari kemiskinan. Kalau selama ia masih berada di tengah serikat, aroma perjuangan serikat itu menjaganya agar upaya pribadinya untuk lepas dari kemiskinan itu disatukan dengan upaya orang lain (dalam kerja-kerja kooperatif), kini ia melihat bahwa dengan sendirian ia justru bisa melepaskan diri sepenuhnya dari kemiskinan tanpa harus menunggu orang lain. Ia mengalami proses kooptasi (dibuat setuju) dengan nilai-nilai dan falsafah hidup orang LSM  kita bisa berjuang untuk orang miskin, tanpa perlu menjadi miskin.

BACA JUGA: UNDANG-UNDANG PPHI JURANG KELAM BAGI KAUM BURUH

Kesimpulan


Dari hal diatas dapat kita mengajukan sebuah kesimpulan bahwa permainan di masa kanak kanak adalah salah satu bentuk persiapan anak manusia untuk memasuki hubungan sosial yang dapat disebut dengan kata lain, organisasi. Meski demikian, organisasi sosial yang ditemui seorang manusia modern pertama kali, biasanya, adalah sekolah. Di dalam sekolah inilah semua pranata kehidupan sosial ditanamkan di dalam kesadarannya. Melalui sekolah, ideologi kelas yang berkuasa ditanamkan pada seorang anak, sedemikian rupa sehingga ia merasa bahwa kepentingannya bersesuaian dengan kepentingan kelas berkuasa tersebut.

Bagi kebanyakan manusia dalam sistem kapitalis, pengalamannya yang terpenting adalah tentang persaingan, tentang kekuasaan, tentang hirarki kepemimpinan, tentang hukuman atas pembangkangan dan hadiah untuk kepatuhan, terjadi di sekolah. Dengan kata lain, saat ini, sekolah adalah wahana hegemoni yang pertama dilakoni seorang manusia. 

Tentu saja semua hal ini telah ditemui seorang manusia dalam keluarganya. Namun, sekolah menghadirkan satu skala yang secara kualitas berbeda. Jadi, perang ideologi telah dimulai sejak seorang manusia masih amat muda. Sejak dini, setiap manusia telah jatuh ke dalam perangkap ideologi dominan, yakni ideologinya kelas yang berkusa. Hal ini dikarenakan kelas kapitalis memahami betul bahayanya solidaritas kelas. Oleh karena itu, salah satu pemahaman yang sejak sangat dini ditanamkan pada tiap manusia yang bersekolah adalah individualisme. Jangan heran kalau kemudian dominasi ideologi ini membuat kelas buruh, dengan sadar atau tidak, mengerjakan tugas yang seharusnya adalah tujuan kelas penguasa. Demikianlah, kelas kapitalis membuat anggota kelas buruh dalam masyarakat kapitalis merasa bahwa tugas setiap manusia adalah mengejar keduniawian, mengejar kepentingan pribadinya dengan mementingkan diri sendiri. 

Dengan begitu kita jadi mengerti betapa berlapisnya tugas yang diemban dalam membangun sebuah kesadaran kelas. Langkah pertama yang harus dilakukan, tentunya adalah membongkar bangunan kesadaran yang telah dipancangkan kelas kapitalis di dalam kepala tiap orang. Namun hal ini tak dapat dilakukan secara semena-mena dan asal - asalan. Kita berhadapan dengan satu kesadaran yang barangkali telah berpuluh-puluh tahun menancap di kepala seorang buruh.

Karena proses pembentukan kesadaran adalah (terutama) proses sosial, maka alat paling kuat untuk merubah dan mengangkat tingkat kesadaran kelas buruh adalah organisasi. Hanya perjuangan kelas yang akan mendidik kelas buruh, yang akan membuka matanya tentang kekuatannya sendiri, memperluas wawasannya, meningkatkan kemampuannya, menjernihkan pikirannya dan menempa tekadnya. (Irman Bunawolo)

0 komentar: