Lahirnya Imperialisme Belanda di Indonesia

Friday 16 January 2015

Lahirnya Imperialisme Belanda di Indonesia

Buruh yang tergabung dalam Komite Aksi Buruh Tangerang Bergerak (KABUT BERGERAK) melakukan aksi menuntut kenaikan upah Tahun 2015 sesuai kebutuhan real
Masuknya pedagang asing ke Indonesia diikuti dengan keterlibatan kapital swasta di negeri Belanda dalam penghisapan kolonial terhadap Indonesia. Itu berarti suatu perpindahan yang sangat pokok dari sistem monopoli menjadi sistem persaingan bebas. Ini berlaku sejak diadakannya perubahan penguasaan tanah oleh pemerintahan kolonial Belanda yang dinamakan “domein verklaring “ pada tahun 1870. Berhubung dengan adanya krisis ekonomi yang sangat hebat pada tahun 1895, maka sebagian besar kapitalis-kapitalis swasta di negeri Belanda mengalami kehancuran, sehingga tinggal beberapa gelintir kapitalis besar yang masih bertahan hidup. Ini menyebabkan “kapital finans” berkuasa sepenuhnya (perpaduan dari kapital bank, kapital industri, dan kapital perdagangan). Dengan begitu maka zaman kapital industri yang berdasarkan persaingan bebas berakhir dan segera disusul oleh zaman imperialisme.

Dengan demikian kedudukan Indonesia sejak tahun 1895 di dalam hubungan ekonomi Dunia ialah bahwa Indonesia dijadikan tempat sumber bahan mentah, tempat penanaman modal,  tempat pemasaran hasil produksi kapitalis dunia serta sebagai sumber tenaga buruh yang sangat murah. Dengan lahirnya imperialisme Belanda di Indonesia itulah,  lahir dalam arti yang sebenarnya kaum buruh di Indonesia.

Dengan adanya penanaman modal industri oleh imperialis  (kapitalis monopoli tingkat tinggi) dalam berbagai lapangan di Indonesia (pabrik-pabrik, bengkel-bengkel, pertambangan, transport, perkebunan, industri-industri gula, industri-industri kecil, dll) lahirlah golongan rakyat dalam masyarakat yang baru  yaitu “kaum Buruh”. Sebagai golongan yang menurut kedudukan sosialnya  berkepentingan untuk menghapuskan sistem penghisapan dan penindasan yang dijalankan oleh kaum kapitalis monopoli (imperialis) Belanda.

0 komentar: