Ditindas, didiskriminasi, diperbudak dan lain sebagainya. Begitu kira-kira realita kehidupan buruh di pabrik-pabrik yang sukses difisualisasikan oleh buruh Tangerang melalui teater yang diberi nama "Lorong Pabrik". Kondisi buruh yang sering mendapat perlakuan kasar dan tidak manusiawi itu dipentaskan pada acara Panggung Budaya Perlawanan Buruh dan Deklarasi Sidang Umum ke-6 FSBN-KASBI, Minggu tanggal 28 Agustus 2016.
Tiap personil menunjukan kemampuan akting nya. Ada yang berperan sebagai buruh korban penindasan pengusaha yang dipaksa kerja diluar kewajaran demi mendapat hasil produksi yang banyak. Ada pula yang berperan sebagai mandor bengis yang suka mencari muka, serta ada yang berperan sebagai pengusaha serakah. Aksi mereka pun tak luput dari bidikan kamera para peserta dan tamu Sidang Umum.
Persiapan sebelum pementasan |
Adegan: seorang buruh menolong teman nya yang sedang dimarahi oleh mandor meski dalam keadaan jatuh pingsan |
Meski baru dibentuk dan baru latihan beberapa kali saja, lorong pabrik berhasil menguasai emosi dan perasaan para penonton. Bahkan saat adegan mandor memukuli sambil membentak anak buahnya yang sedang sakit, penulis sempat mendapati salah seorang penonton yang sedang mengusap air mata di pipi nya.
Seni peran yang berlangsung di Gedung Olah Raga Jatiuwung mengisahkan buruh yang setiap saat mendapat siksaan dan makian dari majikan dan mandor. Lalu para buruh pun segera sadar. Mereka menghimpun kekuatandan dan menyusun strategi. Diakhir cerita dikisahkan, setelah para buruh semakin kuat, melakukan perlawanan hingga akhir nya sang mandor dipecat oleh pengusaha.
Pembacaan salah satu puisi karya Wiji Tukul sambil diiringi lagu "Terpuruk" |
Adegan: Para buruh bekerja dalam keadaan lelah |
Para penonton sedang menikmati penampilan Lorong Pabrik |
Diawali dengan perkenalan oleh narator, bunyi perpaduan antara suara suling dan petikan gitar mengiringi langkah para pemain yang memasuki panggung sambil memulai memeragakan aktifitas kerja· Para buruh berjalan satu putaran lalu disusul mandor yang memerahi para buruh. Pementasan ditutup dengan adegan bos memarahi mandor karena melihat para buruh sedang melakukan mogok kerja.
Di tengah pudarnya objektifitas dan independensi media massa ditambah dengan sulitnya mendapat tempat di media saat ini, kreatifitas semacam ini diharapkan dapat menjadi alternatif bagi buruh (serikat buruh) untuk memperluas propaganda perjuangan. (iebe)
0 komentar:
Post a Comment