Meski hanya memiliki otak seukuran kacang
walnut, gurita tergolong hewan yang sangat cerdas di kalangan hewan
invertebrata (hewan tidak bertulang belakang). Sangking cerdasnya gurita bisa
main sinetron. Gurita juga bisa jadi presiden, jadi anggota parlemen, jadi
menteri serta bisa berbuat sesuka hati.
Yang pasti gurita hanyalah hewan yang habitatnya di laut. Gurita memiliki bentuk yang sangat unik (Imut sewaktu masih
kecil, udah gede nyeremin). Kepalanya besar, punya tinta dan memiliki 8 lengan
(tentakel). Setiap lengan terdapat bulatan-bulatan kecil yang digunakan untuk
bergerak di dasar laut dan menangkap mangsa. Ada yang bilang bulatan-bulatan
itu merupakan susu gurita. Jika saja itu benar maka bersyukurlahlah teman-teman
gurita.
Hal menarik ialah ternyata gurita
merupakan hewan bernasib baik dibanding teman-teman nya. Gurita bahkan dikenal
sebagai hewan berdarah biru. Memang tidak dilahirkan dari keluarga ningrat
tetapi gurita justru benar-benar memiliki darah yang berwarna biru!
Yang gak kalah menarik yaitu hewan ini dapat bergerak luwes dan memiliki
kemampuan kamuflase unik. Hal itu membuat gurita sangat mudah untuk bersembunyi
dari predator dan juga untuk mencari mangsa di celah-celah batu karang. Dengan
sifat dan karakteristik yang dimiliki gurita membuatnya banyak dijadikan
sebagai tokoh dalam karya seni atau film.
Ngomong-ngomong soal seni, kehadiran sosok
gurita raksasa di film bajak laut yang berjudul “Pirates of Caribbean”
memberi nilai estetika secara visual dalam drama kehancuran kapal Jack Sparro,
lelaki yang tidak pernah ganti baju itu. Tetapi berbeda pula dengan replika
gurita raksasa yang kerap diarak oleh buruh ketika melakukan Unjuk Rasa.
Penampakan gurita dalam aksi-aksi tersebut menggambarkan penghisapan dan
eksploitasi terhadap buruh.
Layaknya kemampuan gurita di dunia nyata dalam
melumpuhkan mangsa meski di celah karang sempit sekalipun, penindasan dan
penghisapan terhadap buruh juga telah menggurita hingga ke sendi-sendi
kehidupan kaum buruh. Dimulai sejak buruh mencari/melamar kerja di perusahaan,
buruh berhadapan dengan praktek percaloan. Untuk dapat diterima bekerja buruh
harus membayar sejumlah uang kepada si calo. Modus calo tersebut seperi biasanya menjanjikan pekerjaan di salah
satu perusahaan dengan gaji yang menggiurkan.
BACA JUGA:
BACA JUGA:
Calo terbagi dalam dua tipe. Tipe pertama adalah
calo resmi, yaitu calo yang telah mendapat izin (legalisasi) dari
pemerintah. Atau bisa juga dikatakan adalah jenis calo yang diciptakan dan
dipelihara oleh pemerintah. Sebelumnya calo tipe ini seri tunggal yang dikenal
dengan istilah outsourcing atau sistem alih daya. Namun di tahun 2016
Pemerintah kembali meluncurkan seri terbaru yaitu sistem magang.
Sementara tipe calo yang kedua adalah calo tidak resmi atau non resmi. Disebut
non resmi karena untuk melaksanakan aktifitas percaloan tidak perlu izin dari
pemerintah. Yang masuk dalam calo jenis ini bervariasi, bisa orang dalam perusahaan, tokoh masyarakat, ormas, atau bisa juga aparat
desa-keluarahan / RW / RT.
Ketika sudah mulai memasuki dunia kerja, kenyataan
pertama yang tidak dapat dihindari oleh buruh ialah status nya sebagai buruh
kontrak (PKWT). Status kontrak abadi yang tidak ada kejelasan dan melanggar
aturan itu akhirnya menelurkan masalah-maslaah baru yaitu tidak adanya
kepastian kerja. Dalam situasi ini buruh sudah pasti tidak akan nyaman dan
selalu dihantui bayang-bayang PHK yang sewaktu-waktu bisa terjadi.
Kenyataan berikutnya adalah Upah Murah . Buruh
dituntut bekerja maksimal sesuai terget pengusaha tapi diupah minimum (murah)
bahkan di bawah Upah Minimum. Buruh diminta loyal dan disiplin. Di suruh kerja
melebihi jam kerja normal, suka tidak suka harus bersedia lembur meski dibayar
tidak sesuai aturan atau bahkan tidak dibayar. Sedikit saja terlambat sampai pabrik pasti
diceramahi dan dikenakan sanksi, padahal pengusaha seringkali molor pembayaran
upah.
Belum lagi dampak dari penarikan subsidi oleh
pemerinta, harga BBM naik, Tarif Dasar Listrik Naik, harga kebutuhan pokok melonjak
tajam semakin menambah mencekik leher buruh. Dampak dari hal tersebut di atas semakin
meluas. Upah buruh yang murah pasti berdampak pada kualitas hidup si buruh dan
keluarganya.
Terkadang upah buruh untuk makan dalam sebulan saja
tidak cukup karena habis untuk membiayai kontrakan, ongkos berangkat dan pulang
kerja. Seringkali buruh mengatur menu makanan tanpa
memperhatikan pemenuhan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Buruh terpaksa harus
lembur dan mengorbankan waktu yang seharusnya buat keluarga dan bersosialisasi
dengan masyarakat di sekitar nya. Ada juga buruh yang memanfaatkan
waktu sehabis pulang kerja untuk membuat dagangan, ngojeg
dan lain sebagainya sekedar untuk memenuhi
kebutuhannya. Bahkan tidak sedikit juga buruh yang terpaksa mengutang ke warung-warung, tukang kredit,
rentenir-rentenir dan menggadaikan ATM nya.
Dengan upah murah tentu tidaklah mudah bagi
seorang buruh untuk menyekolahkan anaknya ditengah kapitalisasi yang telah
mengakari sistem pendidikan sekarang ini. Begitu pula dengan kesehatan, buruh sulit mendapat layanan kesehatan
yang baik dan berkualitas. Sementara BPJS, asuransi kesehatan yang saat ini semakin tidak karuan plus kualitas pelayanan yang sering jadi sorotan.
Masih banyak lagi bentuk-bentuk penindasan terhadap buruh yang bila dinarasikan bisa ber bab-bab. Intimidasi, PHK sepihak, kriminalisasi, larangan dan pemberangusan serikat buruh dan lain sebagainya.
Semua itu tidak terlepas dari regulasi yang dilahirkan dari kompromi pemerintah
dan pengusaha. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan
Undang-undang 21 Tahun 2000 memang telah menabur benih-benih penghisapan yang cukup
berarti bagi buruh. Lalu kemudian disusul dengan atuaran-aturan yang bermunculan belakangan seperti peraturan pemerintah tentang pengupahan, aturan
pemagangan dan upah sektor padat karya semakin mencekik kaum buruh. (Irman Bunawolo)
1 komentar:
Blog nya kian menarik bung, keren
Post a Comment