Belajar Dari Ketidakadilan Negara Yang "Adil Dan Beradab"

Saturday, 6 May 2017

Belajar Dari Ketidakadilan Negara Yang "Adil Dan Beradab"

Pengantar

Sembilan belas tahun rezim orde baru tumbang, enam pemerintah telah silih berganti mengantikan sejak 21 Mei 1998. Namun apa yang terjadi? Orde baru boleh jadi telah tumbang, tapi orde baru “isme” masih terus hadir dalam kehidupan sehari hari di sekitar kita. Rupanya kekuasaan orde baru dan sistemnya selama 32 tahun bukan saja telah mengakar, tetapi juga terlanjur menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem politik, ekonomi, sosial dan kemasyarakatan di Indonesia hingga sekarang.

Meski reformasi hukum lebih kompleks dari sekedar penuntasan pelangaran HAM dan pelaku KKN, namun kedua hal tersebut setidaknya dapat menjadi perameter minmal dalam melihat keberhasilan pemerintahan paska rezim orde baru dalam upaya memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap supremasi hukum.

BACA JUGA:

Kepastian hukum merupakan perlindungan yang yustisiabel terhadap tidakan sewenang wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masa rakyat  mengharapkan adanya kepastian hukum dan pada dasarnya tidak boleh menyimpang (iat justitia  et pereat mudus: meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Inilah yang diinginkan kepastian hukum, karena dengan kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.

Masyarakat juga berharap  manfaat dalam penegakan hukum, jangan sampai hukum justru menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Unsur keadilan harus diperhatikan karena hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum dan mengikat setiap orang dan bersifat menyama ratakan. Sebaliknya keadilan justru bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan.

Mencuplik potongan orasi Munir dalam intro rima ababli –Homicide, “Mereka berebut kuasa, mereka menentang senjata, mereka menembak rakyat, tapi kemudian bersembunyi di balik ketiak kekuasaan. Apakah kita biarkan orang –orang pengecut itu tetap gagah? Saya kira tidak, mereka gagal untuk gagah, mereka hanya ganti baju. Tapi dalam tubuh mereka adalah suatu kehinaan, suatu yang tidak bertanggung jawab, yang mereka akan bayar sampai titik manapun....”

Warisan orde baru salah satu penyebab utama kegagalan proses menuju demokrasi. Di balik kampanye keberhasilan pembangunan, mereka mendapat pujian dunia internasional dan para pakar ekonomi, seperti keberhasilan dalam hal “pemberantasan buta huruf”, swasembada beras”, stabilisasi keamanan untuk dunia investasi” dll. Tapi ternyata pemerintahan otoriter orde baru sebenarnya justru merusak dan menghancurkan berbagai potensi kekuatan demokrasi dan menimbulkan limbah problematik yang bersiffat akut. Keberhasilan pemerintah rezim ordebaru sepertinya lebih dikarenakan keberhasilan aparatus menyembunyikan sampah dan debu dan bangkai di bawah karpet kekuasaan.

Kekayaan hutan dan tambang bumi dikuasai habis untuk menghidupi para kroni kekuasaan. Utang luar negeri yang seharusnya dipakai untuk mensejahterakan rakyat dikorupsi di kalangan keluarga dan kroni dekat rezim otoriter yang berkuasa.

Dan sudah saatnya Pemerintah membuka mata lebar-lebar akan kasus-kasus yang dialami oleh buruh saat ini. Kasus Marsinah, Sum Kuning, Udin, Dietje (Dice), Salim Kancil, Sebastian, Supatmi hanya beberapa dari sekian banyak kasus pelanggaran HAM yang hingga kini pun tidak terselesaikan. Adalah tugas dan perjuangan kita agar ke depan tidak ada lagi kasus-kasus serupa terlupakan begitu saja tanpa proses peradilan. Sudah cukup banyak kasus pelanggaran HAM yang dipeti-es-kan oleh rejim. 

Pemerintah pun harus segera menciptakan Regulasi perundang-undangan secara menyeluruh yang pro terhadap buruh tanpa adanya kepentingan pribadi, sehingga dapat dijadikan payung hukum bagi tegaknya HAM dan demokrasi bagi seluruh rakyat di Indonesia.

Kita hidup untuk berjuang, dan kita berjuang untuk hidup. Kita hidup bukan sekedar hidup, kita hidup untuk mempertahankan hidup itu dengan keberanian sampai jantung berhenti berdenyut. Sejak manusia dilahirkan mulai dengan rengek bayi pertama sampai hembusan nafas terakhir, tak lain merupakan suatu perjuangan. Kadang-kadang menghadapi perjuangan sangat berat menghadapi pertarungan sengit dan pertarungan bisa sengit tapi tidak setiap pertarungan sengit dimahkotai dengan suatu kemenangan. Tujuan hidup, adalah berani mamasuki pertarungan sengit dan sekaligus memenangkan pertarungan sengit itu sendiri. Inilah yang diimpikan oleh setiap pejuang, Inipun impian saya dalam hidup. Tanpa impian, tanpa cita-cita, hidup menjadi tandus: "What wonder of wonders is the living, is life!" 

Bagi kita kaum buruh indonesia jadikan semangat Marsinah, adalah potret pejuang bagi kaum buruh saat ini. Perjuangan  Marsinah, apa yang kaum buruh perjuangkan hingga hari ini. Ingatan Rakyat Indonesia terhadap Marsinah tak akan pernah hilang. Tepat pada hari senin 8 Mei, kematian Marsinah telah menyalakan obor perjuangan kaum buruh di Indonesia, khususnya buruh perempuan. Patutlah, Marsinah diberi penghormatan yang setinggi-tingginya terhadap apa yang telah ia abdikan atas nama buruh yang ditindas.

Marsinah, ia yang berani menentang antek-antek pengusaha Orde Baru saat itu dalam menuntut kenaikan upah hingga berujung pada kematiannya, hendaknya menjadi semangat buat kaum buruh di Indonesia untuk tidak lelah berjuang menuntut apa yang telah menjadi Hak-nya. Matinya Marsinah jangan sampai sia-sia, jangan sampai perjuangannya terlupakan begitu saja.Perlawanannya tetap akan hidup dalam setiap teriakan “Hidup Buruh Yang Melawan” dan dalam setiap langkah kaum buruh yang masih berjuang sampai hari ini. 

Sudah saatnya buruh mendesak kepada Pemerintah, mengambil sikap tegas atas apa yang sudah dilakukan Pemerintah yang mengesahkan dengan menaikkan harga tarif dasar Listrik per- 1 Mei kemarin, dan kepada para Pengusaha nakal yang melakukan tekanan, intimidasi, repsesif, union busting (pemberhangusan serikat buruh), serta penangguhan upah, dan kemudian yang membiarkan pelecehan seksual terjadi di lingkungan pabrik, bahkan melakukan PHK sepihak terhadap buruh-Nya.

Pemerintah harus berani membuka ulang kasus Marsinah dan sejumlah kasus pelanggaran HAM lainnya atas nama demokrasi dan HAM. Hilang dan matinya Marsinah sudah barang tentu adalah sesuatu yang “Direkayasa” sehingga sampai saat ini kasusnya tidak pernah menemui titik terang. Pertanyaan yang muncul kemudian : “Apakah Pemerintah yang sekarang ini mau membuka kembali kasus ini, agar Keadilan dapat ditegakkan?”, sebab Keadilan yang tertinggi adalah Keadilan terhadap Hak Asasi Manusia.

Ini adalah satu-satunya jalan supaya kasus Marsinah tidak berlalu begitu saja, sementara sang pelaku masih bebas berkeliaran. Setelah merenungi Kisah kisah kehidupan dan ketidakadilan, masihkah ada di antara kita yang merasa kangen dengan indahnya dipimpin rejim? Mereka yang membina moral anaknya saja tidak becus, tapi dipercaya mengontrol moral bangsa.

Mengutip surat che  :

“Tumbuhlah kalian sebagai revolusioner yang baik. Belajarlah yang tekun hingga kalian dapat menguasai teknologi, yang akan memungkinkan kalian menguasai alam. Camkan bahwa revolusilah hal yang pokok, dan masing-masing dari kita, seorang diri, tak akan ada artinya. Di atas segalanya, kembangkan selalu perasaan yang dalam pada siapapun yang mengalami ketidakadilan, dimanapun didunia ini. Inilah kualitas yang paling indah dari seorang revolusioner. Hingga kapanpun juga,...”

Untuk memberi gambaran umun tentang judul di atas, berikut disajikan uraian fakta beberapa kasus misterius yang terjadi di rezim orde baru dan beberapa di era reformasi. Dirangkum dari beberapa sumber untuk keperluan diskusi dan bacaan:

1. Sum Kuning

Potret pejuang bagi masyarakyat dan kaum buruh saat ini. Dalam penegakan supremasi hukum, ingatan Rakyat Indonesia terhadap  tragedi SUM KUNING. Ini adalah kasus getir dan pahit dari seorang gadis muda bernama Sumarijem, seorang gadis muda dari kelas bawah, seorang penjual telur dari Godean Yogyakarta yang diperkosa oleh segerombolan anak pejabat dan orang terpandang di kota Yogyakarta kala itu. Kasus ini merebak menjadi berita besar ketika pihak penegak hukum terkesan mengalami kesulitan untuk membongkar kasusnya hingga tuntas. Pertama-tama Sum Kuning disuap agar tidak melaporkan kasus ini kepada polisi. Belakangan oleh polisi tuduhan Sum Kuning dinyatakan sebagai dusta. Seorang pedagang bakso keliling dijadikan kambing hitam dan dipaksa mengaku sebagai pelakunya. 

Sumarijem yang saat itu berusia 18 tahun tengah menanti bus di pinggir jalan dan tiba-tiba diseret masuk kedalam sebuah mobil oleh beberapa pria. Di dalam mobil Sumarijem (Sum Kuning) diberi bius (Eter) hingga tak sadarkan diri, Ia dibawa ke sebuah rumah di daerah Klaten dan diperkosa bergilir hingga tak sadarkan diri. Sum Kuning ditinggalkan ditepi jalan. Gadis malang ini pun melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan tuduhan membuat laporan palsu. 

Sum Kuning yang baru saja pulih dari perawatan justru dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi. Dia dipaksa mengaku telah berbohong. Dia dianiaya dan diancam akan disetrum jika tidak menurut. Sum juga diminta untuk melucuti pakaiannya agar polisi bisa mencari tato palu arit di tubuhnya. Karena melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota Gerwani yang berusaha memfitnah tokoh masyarakat. Saat itu memang masa-masanya pemerintah Soeharto gencar menangkapi anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani. Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum mengaku disuruh mengakui cerita yang berbeda dari versi sebelumnya.

Sum akhirnya diseret ke pengadilan atas tuduhan memberi laporan palsu dan menyebarkan fitnah. Jurnalis yang berusaha memuat berita yang sebenarnya pada diciduk aparat. Dan Jendral Hoegeng, Kapolri paling jujur dalam sejarah NKRI, rela lengser karena tidak mau kompromi dengan lobi para petinggi. 

Kasus Sum disidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini tertutup untuk wartawan. Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak mentah-mentah. Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis hakim menolak tuntutan itu. Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan. Dalam putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum selama ditahan polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi. 

Tapi siapakah pelaku pemerkosaan sebenarnya dari Sum Kuning masih menjadi tanda tanya besar sampai saat ini sebab baik Sum Kuning tetap pada pendiriannya bahwa pemerkosanya adalah sekumpulan anak pejabat maupun 10 pemuda anak orang biasa yang diajukan ke pengadilan dan membantah habis-habisan tuduhan yang diajukan kepada mereka dan dijadikan sebagai kambing hitam untuk menutupi para pelaku sebenarnya.

*****
2. Dietje

Diera tahun 1980-an ada seorang peragawati ternama yang cantik bernama Dietje yang bernama lengkap Dietje (Dice) Budimulyono/Dice Budiarsih, ia tewas dibunuh dengan tembakan berulang kali oleh seorang yang ahli dalam menembak, kemudian mayat nya dibuang di sebuah kebun karet dibilangan kalibata yang sekarang menjadi komplek perumahan DPR. Setelah kasus tersebut marak di media massa, polisi akhirnya menangkap seorang tua renta yang nama aslinya tidak diketahui dan hanya dikenal dengan panggilan Pakde, dikenal juga sebagai Muhammad Siradjudin. Konon ia adalah seorang dukun, yang entah dengan alasan dan motif apa yang tidak jelas ia dianggap sebagai pembunuh Dietje. Bagi Polisi motif tidak begitu penting karena polisi mengungkapkan bahwa “katanya” mereka “Memiliki bukti yang kuat”.

Pak De membantah sebagai pembunuh Ditje seperti yang tercantum dalam BAP yang dibuat polisi. Pengakuan itu, menurut Pak De dibuat karena tak tahan disiksa polisi termasuk anaknya yang menderita patah rahang. Ketika itu, Pak De mengajukan alibi bahwa Senin malam ketika pembunuhan terjadi, dia berada di rumah bersama sejumlah rekannya. Saksi-saksi yang meringankan untuk memperkuat alibi saat itu juga hadir di pengadilan. Namun, saksi dan alibi yang meringankan itu tak dihiraukan majelis hakim. Akhirnya Pakde dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. 

Publik saat itu sudah mengetahui rumor bahwa Dietje menjalin hubungan asmara dengan menantu dari orang paling berkuasa di Indonesia saat itu. Dan tentu saja kasus seperti ini tidak akan pernah terungkap dengan benar. Karena pemilik informasi satu-satunya kepada media atau publik berasal dari polisi. Dan bisa jadi, publik digiring dengan sekuat tenaga, untuk ‘meyakini’ bahwa benarlah yang membunuh Dietje adalah Pakde.

Dietje disebutkan dipakai sebagai “Jasa” oleh seorang eks petinggi militer yang terjun ke dunia usaha. Untuk memuluskan bisnisnya, Dietje dipakai oleh sang eks petinggi militer untuk menyenangkan menantu orang paling berkuasa di Indonesia.  Hasil dari jasa Dietje, sang ‘jenderal’ pengusaha mendapat satu kontrak besar pembangunan sebuah bandar udara modern. Tapi hubungan Dietje berlanjut jauh dengan sang menantu. Ketika perselingkuhan itu ‘bocor’ ke keluarga besar, keluar perintah memberi pelajaran kepada Dietje, hanya saja ‘kebablasan’ menjadi suatu pembunuhan. Dietje ditembak di bagian kepala pada suatu malam tatkala mengemudi sendiri mobilnya di jalan keluar kompleks kediamannya di daerah Kalibata. 

Pak ‘De’ Siradjuddin yang dikenal sebagai guru spiritualnya dikambing hitamkan, ditangkap, dipaksa mengakui sebagai pelaku, diadili dijatuhi hukuman seumur hidup dan sempat dipenjara bertahun-tahun lamanya. Hingga akhirnya, Pak De mendapat grasi dari Presiden BJ Habibi dimana hukuman Pak De dirubah dari seumur hidup menjadi 20 tahun di tahun 1999. Tanggal 27 Desember 2000 Pak De dapat meninggalkan hotel prodeo setelah pemerintah memberikan kebebasan bersyarat. 

Setelah menghirup udara bebas, Pak De lebih sering mengurusi ayam-ayamnya. Tubuhnya telah lama layu. Kumis tebalnya juga sudah berwarna kelabu. Kepada setiap orang kembali Pak De menyatakan: “Pak De tidak membunuh Ditje”. Pak De dalam kasus pembunuhan itu merasa menjadi kambing hitam oleh polisi dan Polda Metro Jaya. “Sebenarnya saat itu polisi tahu pembunuhnya,” kata Pak De. Siapakah pelakunya? Pak De menyebut-nyebut sejumlah nama yang saat itu dekat dengan kekuasaan. Entahlah, sebab di negeri ini keadilan tidak berlaku bagi rakyat kecil.

*****
3. Marsinah

Marsinah adalah gambaran buruh perempuan biasa yang pergi ke kota (Surabaya) untuk mengadu nasib. Sebelum bekerja di PT Catur Putra Surya –Rungkut pada tahun 1990, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang. Di pabrik pembuatan arloji di Rungkut, Surabaya, dengan beberapa temannya, Marsinah menuntut berdirinya unit serikat pekerja formal (SPSI). Mungkin Tuntutan ini yang membuatnya dipindah pihak menejemen ke pabrik PT CPS lainnya di Porong, Sidoarjo pada awal tahun 1992.

Ia kost di pemukiman sekitar pabrik, desa Siring, dan bekerja sebagai operator mesin bagian injeksi dengan upah Rp. 1.700,- dan uang hadir Rp. 550,- per hari. Upah tersebut, sama halnya seperti sekarang dialami oleh buruh pada umumnya, jauh dari cukup. Demi menuntut hak atas upah sesuai UMR, Marsinah bersama dengan buruh-buruh PT. CPS lainnya melakukan pemogokan pada 3 - 4 Mei 1993 yang berujung pada pembunuhan Marsinah. 

Pada tgl 5 Mei 1993, 13 buruh yang dianggap sebagai penggerak pemogokan dipanggil ke Kodim untuk diinterogasi. Mengetahui hal itu, pada tgl 4 Mei 1993 malam, Marsinah menuliskan catatan berisi petunjuk jawaban apabila teman-temannya diinterogasi. Namun, pada Rabu 5 Mei 1993, 13 buruh PT CPS yang memenuhi panggilan Kodim, di markasnya di Sidoarjo dipaksa menandatangani surat pengunduran diri di atas kertas bermaterai dengan berbagai intimidasi maupun bujukan, termasuk akan diberi uang pesangon dan ‘uang kebijaksanaan’. Akhirnya mereka menerima uang pesangon yang diberikan langsung oleh pihak menejemen di markas itu.

Marsinah begitu marah, ketika 13 temannya sudah dipecat di Makodim. Rabu malam, 4 Mei 1993 adalah malam terakhir Marsinah terlihat. Malam itu, Marsinah berpamitan untuk membeli makan. Tapi tak ada satupun pihak yang mengetahui kemana malam itu Marsinah pergi. Apakah ia ke Kodim, ke rumah temannya atau pergi mencari makan entah kemana. Seperti yang diketahui banyak media massa, 3 hari Marsinah menghilang dan ditemukan meninggal secara mengenaskan pada 9 Mei 1993.

Sandiwara peradilan pembunuhan Marsinah pun dimulai. Pemilik PT CPS, para menejer perusahaan, bagian personalia, kepala bagian mesin, dan seorang satpam dan seorang supir perusahaan disekap dan disiksa Bakorstranasda selama 19 hari, di bulan Oktober 1993. Mereka dituduh bersekongkol memperkosa, menganiaya dan kemudian membunuh Marsinah. Mereka diadili dan diputus bersalah oleh Pengadilan Militer dan Pengadilan Negeri Sidoarjo, dan diperkuat Pengadilan Tinggi Surabaya setahun kemudian. Meskipun dua tahun kemudian, 3 Mei 1995, mereka divonis bebas Mahkamah Agung. 

Maka penyelidikan demi penyelidikan ulang pun di lakukan. Sebanyak 3 kali makam Marsinah dibongkar untuk kebutuhan penyelidikan. Baik Menteri Tenaga Kerja, Abdul Latief, para pemangku pemerintah dari Abdurrahman Wahid hingga Megawati berjanji untuk mengusut tuntas kasus Marsinah. Akan tetapi hingga kini, kematian Marsinah tetap menjadi misteri. 19 tahun berlalu tanpa kebenaran terungkap. Bahkan, pada tahun 2002 Komnas HAM berupaya untuk membuka kembali kasus Marsinah dan itu pun gagal menguak kembali pembunuh sebenarnya. Sang pelaku seakan dilindungi oleh tembok besar yang tidak bisa tertembus oleh hukum peradilan.

*****
4. Udin

Udin adalah seorang wartawan Harian Bernas di Yogyakarta yang tewas terbunuh oleh seseorang tidak dikenal. Udin yang bernama asli Fuad Muhammad Syafrudin pada selasa malam 13 Agustus 1996 kedatangan seorang tamu misterius yang kemudian menganiyaya dirinya dan pada tanggal 16 Agustus 1996 Udin harus mengembuskan nafas terakhirnya.

Udin tercatat sebagai seorang wartawan yang kritis terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer. Kasus Udin menjadi ramai karena Kanit Reserse Polres Bantul, Serka Edy Wuryanto dilaporkan telah membuang barang bukti dengan membuang sampel darah Udin ke laut dan mengambil buku catatan Udin dengan dalih penyelidikan dan penyidikan. Kasus Udin menjadi gelap akibat hilangnya beberapa bukti penting dalam pengungkapan kasus kematian sang wartawan dan juga terdapat beberapa orang yang dikambing hitamkan atas peristiwa kematian Udin.

Seorang wanita bernama Tri Sumaryani mengaku ditawari dengan imbalan sejumlah uang untuk membuat pengakuan bahwa ia dan Udin telah melakukan hubungan gelap dan suaminya lah yang telah membunuh Udin.

Lalu Dwi Sumaji alias Iwik  seorang supir dari Dymas Advertising Sleman diculik di perempatan Beran Sleman lalu dibawa ke Hotel Queen of the South Parangtritis. Dia dipaksa oleh Serka Edy Wuryanto yang memiliki nama panggilan Franky agar mengaku sebagai pembunuh Udin. Sebelumnya di sebuah losmen bernama Losmen Agung yang juga berada di parangtritis, Iwik dicekoki berbotol-botol minuman keras hingga mabuk dan disuguhi wanita penghibur dan dijanjikan akan diberi uang, pekerjaan yang layak serta jaminan hidup buat keluarganya. Ia dijebak oleh Edy Wuryanto dengan dalih pembicaraan bisnis Billboard. 

Di pengadilan Iwik mencabut seluruh “pengakuan” dirinya dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Polisi karena ia sebagai korban rekayasa dan berada dibawah ancaman tekanan dan paksaan oleh Kanit Reserse Polres Bantul Serka Edy Wuryanto.
Komnas HAM mengadakan investigasi lapangan dan menyimpulkan telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia namun tetap saja Iwik dijadikan sebagai tersangka utama oleh Polisi dan diajukan ke persidangan. Walau penuh teror dari berbagai pihak akhirnya Iwik divonis bebas oleh majelis hakim dan motif perselingkuhan yang selama ini dihembuskan secara otomatis gugur. Selain itu majelis hakim memerintahkan agar polisi mencari, mengungkap motif, dan menangkap pelaku pembunuhan Udin yang sebenarnya.

Dalam kesaksiannya di persidangan Iwik menyatakan bahwa dirinya selain menjadi korban rekayasa dan bisnis politik, ia hanya dipaksa menjalankan skenario rekayasa Franki alias Serma Pol Edy Wuryanto dengan alasan untuk melindungi kepentingan Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo.

Namun hingga kini para pelaku kejahatan pembunuhan terhadap sang wartawan yang kritis tersebut tidak ada yang ditangkap atau diadili ke meja hukum.

*****
5. Salim Kancil

Dua orang warga dikeroyok oleh sekitar 40 orang pro penambangan akibat menolak penambangan pasir liar di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasiran, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Kedua warga tersebut yakni Salim Kancil dan Tosan. Naas Salim tewas dalam pengeroyokan tersebut sedangkan Tosan mengalami luka-luka berat. Menurut investigasi yang telah dilakukan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Surabaya, Insiden itu terjadi pada Sabtu (26/09/2015) lalu.

Kala itu, Salim dan Tosan yang juga merupakan seorang aktivis Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa menolak keras adanya penambangan pasir liar di desanya. Akibat penolakan tersebut, mereka berdua dikeroyok sekitar 40 orang pro penambangan. Menurut Fatkhul Khoir selaku Tim Investigasi KontraS Surabaya menyebutkan, awal mula kejadian ini Tosan menjadi korban pertama. Ia digeruduk oleh sekelompok orang di rumahnya sekitar pukul 07.00 WIB.

“Tosan dijemput paksa di kediamannya. Tanpa banyak bicara lagi, puluhan orang yang membawa celurit, pentungan kayu, dan batu itu langsung mengeroyok Tosan,” ujar Fatkhul di Surabaya, Senin (28/09/2015). Saat dikeroyok oleh puluhan orang tersebut, Tosan pun berusaha menyelamatkan diri dengan lari menggunakan motornya. Namun sayang, motor Tosan langsung ditabrak.

“Lalu Tosan diseret ke lapangan dan kemudian dihajar habis-habisan. Para pelaku pun melindas tubuhnya beberapa kali dengan motor. Akibatnya, Tosan pun mengalami luka cukup berat,” ungkapnya. Karena mengalami luka-luka yang cukup berat, Tosan pun langsung dilarikan ke Puskesmas Pasiran dan kemudian dirujuk ke RSUD Lumajang dan RS Bhayangkara Lumajang. Usai puas membantai Tosan, gerombolan ini kemudian mencari Salim Kancil di kediamannya.

Serupa dengan yang dilakukan pada Tosan, gerombolan preman ini langsung mengikat Salim dan kemudian menyeretnya menuju Balai Desa Selok Awar-Awar, yang berjarak sekitar dua kilometer dari kediaman Salim. Tidak hanya diseret, selama perjalanan Salim pun dihajar dengan pukulan dan senjata. 
“Sepanjang perjalanan menuju balai desa, gerombolan ini terus menghajar Salim dengan senjata yang mereka bawa. Ironisnya, penganiayaan ini juga disaksikan oleh warga sekitar, yang ketakutan dengan aksi brutal itu.” sambungnya.

“Di balai desa, tanpa peduli ada anak-anak yang sedang mengikuti pendidikan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), gerombolan ini terus melakukan aksi brutal kepada Salim. Di dalam balai desa, Salim disetrum dengan alat listrik yang telah disiapkan oleh gerombolan itu,” terang Fatkhul. Walau berada di dalam ruangan balai desa, tidak ada satupun perangkat desa yang berani keluar menghentikan aksi anarkis itu. Salim Kancil pun akhirnya meninggal dalam aksi tak berperikemanusiaan tersebut. Salim meninggal dalam kondisi telungkup di antara kayu dan batu yang berserakan di dalam ruangan balai desa.

*****
6. Sebastian

Sebastian Manufuti (32), pria yang bakar diri dan terjun di GBK hingga tewas dikenal aktif dalam organisasi buruh. Bahkan, sebelum dia tewas bakar diri, dia menulis status dalam akun Facebook-nya yang berisi perjuangan seorang buruh.

Sebastian, dia menulis status sekitar pukul 16.25 WIB, Jumat (1/5) kemarin atau beberapa saat sebelum dia bakar diri. Dalam statusnya, tertulis 'Semampu ku kan berbuat apapun agar anda, kita dan mereka bisa terbuka matanya, telinganya dan hatinya untuk KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA".

Status itu diduga kuat ada kaitannya dengan aktivitasnya di tempat kerja Sebastian, yaitu PT Tirta Alam Segar, di mana di perusahaan itu sering terjadi kecelakaan kerja. Sebastian sering mengadvokasi korban untuk mendapatkan hak dari perusahaan, namun upayanya sering gagal. Misalnya, kasus yang menimpa seorang buruh bernama Topan. Temannya itu harus cacat karena kecelakaan di bagian produksi. Kebutuhan biaya sebesar Rp 67 juta. Meski sudah ada BPJS, namun sebagian biaya ditanggung sendiri. Pasca-korban sembuh, temannya itu dimutasi ke cleaning servis, statusnya pun tak dinaikkan, dan masih kontrak. Dia frustasi karena di pabriknya banyak kecelakaan kerja.

*****
7. Supatmi

SUPATMI dkk Sejak Senin 13 Maret 2017, warga pedesaan di kawasan bentang alam karst Kendeng memulai aksi kolektif untuk memprotes pemerintah pusat dan pemerintah daerah atas rencana pendirian dan pengoperasian pabrik Semen milik PT Semen Indonesia di Rembang dan semen lainnya di pegunungan Kendeng. Termasuk dalam ketidak-becusan tersebut antara lain adalah pengambilan keputusan dan tindakan yang mempermainkan hukum, termasuk mengecilkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang membatalkan Ijin Lingkungan; dan mengganggu usaha warga untuk mendapatkan keadilan atau membiarkan berlangsungnya gangguan dari pihak lain. 

Sejak awal, seluruh peserta aksi #DipasungSemen2 didampingi dan dimonitor selalu oleh tim Dokter yang siaga di YLBHI dan di lokasi aksi. Aksi protes berlangsung setiap hari, dimulai dari siang sampai sore, dengan fasilitas sanitasi lapangan dan peneduh. Pada sore hari peserta aksi pulang ke tempat beristirahat dan menginap di YLBHI jalan Diponegoro Jakarta.

Kamis, 23 Maret 2017, datang menyusul kurang-lebih 55 warga dari kabupaten Pati dan Rembang bergabung melakukan aksi pengecoran kaki dengan semen.  Dua Puluh dari yang datang memulai mengecor kaki di hari Kamis tersebut. Bu Patmi adalah salah satu dari yang mengecor kaki dengan kesadaran tanggung jawab penuh. Beliau datang sekeluarga, dengan kakak dan adiknya, dengan seijin suaminya. 

Senin sore, 20 Maret 2017, perwakilan warga diundang Kepala Kantor Staf Presiden, Teten Masduki untuk berdialog di dalam kantor KSP. Pada pokoknya, perwakilan menyatakan menolak skema penyelesaian konflik yang hendak digantungkan pada penerbitan hasil laporan KLHS yang sama tertutupnya dan bahkan samasekali tidak menyertakan warga yang bersepakat menolak pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia dan Pabrik Semen lainnya di Pegunungan Kendeng tersebut.  Pada malam hari, diputuskan untuk meneruskan aksi tetapi dengan mengubah cara. Sebagian besar warga akan pulang ke kampung halaman, sementara aksi akan terus dilakukan oleh 9 orang. (Alm) Bu Patmi (48) adalah salah satu yang akan pulang sehingga cor kakinya dibuka semalam, dan persiapan untuk pulang di pagi hari.

Bu Patmi sebelumnya dinyatakan sehat dan dalam keadaan baik oleh Dokter. Kurang lebih pukul 02:30 dini hari (Selasa, 21 Maret 2017) setalah mandi, bu Patmi mengeluh badannya tidak nyaman, lalu mengalami kejang-kejang dan muntah. Dokter yang sedang mendampingi dan bertugas segera membawa bu Patmi ke RS St. Carolus Salemba. Menjelang sampai di RS, dokter mendapatkan bahwa bu Patmi meninggal dunia. Pihak RS St. Carolus menyatakan bahwa bu Patmi meninggal mendadak pada sekitar Pukul 02.55 dengan dugaan jantung. Pagi ini jenasah almarhumah Bu Patmi dipulangkan ke desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati untuk dimakamkan di desanya. Dulur-dulur kendeng juga langsung pulang menuju Kendeng

*****

Kaum buruh Indonesia,

Sejumlah kasus pelanggaran HAM tersebut di atas membuka mata kita bahwa ibarat mata pisau, hukum begitu tajam ke bawah dan tumpul keatas. Ini terlalu sering terjadi dalam kasus kasus hukum yang melibatkan pejabat pemerintahan, baik di daerah dan pusat. Kalaupun ada penegakkan hukum biasanya ditegakkan penuh manipulasi dan mengabaikan rasa keadilan masyarakat. Salahsatunya, dengan berlindung di balik asas praduga tak bersalah. Belum lagi tradisi sosial masyarakat yang begitu pemaaf, termasuk memaafkan para pelangar HAM, cukup dengan mereka memberikan bingkisan bikisan pemanis untuk memanipulasi ke jahatan dan kebobrokannya.

Dalam, peringatan hari Marsinah kali ini semakin membangkitkan semangat patriotisme guna merubah sudut pandang kita tentang sebuah tatanan masyarakat yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup bernegara secara demokrasi, tanpa memandang perbedaan ras, agama, jenis kelamin, suku dll. Membunuh watak sauvenisme yang ada pada diri kita masing masing guna menuju tatanan masarakat yang memanusiakan manusia. Sudah saatnya buruh dan rakyat merebut dan memperjuangkan kembali hak hak sebagai warga negara yang tergadaikan. Sudah saatnya rakyat bergerak untuk berdaulat. Yang sangat kita perlukan adalah merawat dan mengembangkan inisiatif yang ada, menambah daftar keberhasilan/pencapaian kita selama ini. Hal ini tentu bukan digunakan untuk melupakan kekalahan dan kelemahan tetapi kembali dijadikan titik pijakan kita melihat ke depan termasuk kelanjutan langkah dan startegi kita.

Terlebih lagi Karena kemerdekaan berfikir, berekpresi, berpendapat adalah hak yang tak selayaknya dikebiri dan dimutilasi. Sudah saatnya masa rakyat dan buruh sadar dari tidur panjangnya bahwa keadilan tak akan datang begitu saja tanpa diperjuangkan, begitu kejinya sistem pemerintahan yang tak terkontrol oleh rakyatnya. Barbarisme, penghilangan paksa terhadap kebebasan berpendapat yang akhirnya harus terkubur dan menjadi tumbal dari sebuah sistem yg hanya mementingkan kepentingan segelintir orang saja.

Sampai kapan kita menunggu? Apa menunggu kita, anak kita, keluarga kita atau cucu - keturunan kita dulu menjadi korban, baru kita akan tersadar? Tidak tentunya. Maka tak ada waktu lagi bagi kita untuk berdiam diri. Mari bersama sama per-erat persatuan kita dalam bingkai persatuan buruh, organisasi buruh dan front buruh. Tetapi semua akan kembali di cerai beraikan tanpa kesadaran individu untuk memiliki kesadaran yang sejati tanpa pamrih kepentingan individual semata.

Dan selanjutnya mendesak pemerintah untuk melakukan perobahan kebijakakan serta menawarkan alternatif perlu segera dilakukan. Bersamaan dengan itu pengorganisasian massa rakyat dan buruh menjadi kunci agar perobahan terus menerus bisa digulirkan, agar upaya pembelaan dan perlindungan kepentingan rakyat semakin intensif dilakukan. Upaya bersama sama rakyat dan buruh melawan dan mengubah situasi yang telah memblokade mereka juga di lakukan.

Salam muda berani militan...!!!

0 komentar: