KASBI Nonton Bareng Film Widji Tukul

Tuesday, 24 January 2017

KASBI Nonton Bareng Film Widji Tukul

KASBI Nonton Bareng Film Widji Tukul
Seru! Di hari Minggu, 22 Januari 2017 Taman Ismail Marzuki (TIM) memerah seketika. Satu ruangan studio gedung bioskop dijejali sekelompok buruh berseragam kompak. Tulisan di bajunya KASBI. Dari Tangerang (Banten), DKI Jakarta, Bekasi, Karawang hingga Bandung Raya. Hanya ada satu kata, "Nobar"

"Istirahatlah Kata-Kata". Film berdurasi puluhan menit ini mengangkat kembali kisah sesosok manusia. Kurusnya mirip Presiden Republik Indonesia. Asalnya, sama-sama dari kota Bengawan. Hanya terpaut kelurahan saja. Tukul dari kecamatan Jebres Solo, Jokowi dari Mojosongo.

Sanggar Suka Banjir di daerah Jagalan, adalah dedikasinya selama menghimpun warga dan anak-anak. Bergelut di daerah rawan banjir. Pasalnya, hanya beberapa ratus meter saja dari rumah pribadi Walikota Solo saat ini, Pak Rudi. Di area Pucangsawit. Namun nasiblah yang membedakan orang-orang terkenal ini. Meski berasal dari kota yang terkenal Batik, dan lagu legendaris Sang Maestro Keroncong, berjudul Bengawan Solo. Karya Mbah Gesang!

Tukul terlahir dari lingkungan kemiskinan. Besar di rezim otoriter orde baru. Menjadi Penyair kenamaan yang kerap dicerca sana-sini. Maklum, Widji Tukul memilih budaya perlawanan. Sementara Presiden Republik Indonesia, berhasil lulus fakultas Kehutanan UGM. Berbisnis Meubel. Dan menjadi Presiden. Yang sebelumnya pernah memimpin Solo sejak tahun 2005. Kehidupan Tukul amat sulit. Seorang istri dan dua orang anaknya kini telah menjadi dewasa, dan bercucu. Namun Tukul tak pernah merasakan hidup sebagai kakek dan menimang-nimang cucunya! Kalau saya ingat-ingat, Desember 1997, adalah waktu terakhir Sang Penyair bertegur sapa dengan orang-orang kepercayaannya, saat itu di kota kelahirannya. Selepas bulan itu. Sosoknya amblas ditelan waktu. Kalau mau dihitung ulang. Tahun ini genap 20 tahun.

Sajak-sajaknya menggema di seantero nusantara. Di belahan Eropa, karyanya sempat dibacakan dan dibincangkan banyak orang. "Bunga dan Tembok", atau "Peringatan" misalnya, jika dibacakan siapa saja, karya ini akan membawa pendengar dan audiens terbang ke alam perjuangan. Mau di gedung kesenian, dan sasana budaya, teater, di atas mobil komando, dan pangung-panggung perlawanan rakyat. Sebab, karya ini akan semakin hidup dan menemukan jiwa korsanya! Kiri dan revolusioner. Inilah sosok Widji Tukul yang sebenarnya. Tak ada karyanya yang tidak bernalar perjuangan. Dan keberpihakan teehadap kaum tertindas. Utamanya kaum buruh dan tani. Ia dikenal sebagai penyair cum aktifis. Partai Rakyat Demokratik (PRD) pernah menjadi pilihan organisasinya dalam berjuang. Bersama buruh dan petani, Tukul memilih jalan terjal dan berliku. Melawan seluruh sendi-sendi kapitalisme, rejim otoriter Soeharto, dan kekejaman aparat negara kala itu.

Konon Presiden Republik Indonesia ke Tujuh ini amat menaruh apresiasi. Bahasa kerennya, "nge-fans berat".

Tukul kini hanya bisa ditemukan lewat karyanya. Dan kehangatan berbincang bersama istrinya, Yu Pon. Dan anak putra putrinya. Fajar Merah dan Nganti Wani. Kira-kira 15 tahun yang lalu. Saya bersama seorang kawan penulis kesohor waktu itu, Alm. Joko Sumantri sempat adakan festival kecil-kecilan. Di tingkat kelurahan Jagalan. Lomba baca sajak, deklamasi dan puisi. Nganti Wani, masih sekolah, seumuran remaja. Dan sejak kami sadari kala itu, Wani adalah keturunan Tukul yang memiliki potensi dan darah seni menjadi Penyair. Mendengarkan Wani saat itu, terngiang dengarkan intonasi suara, gaya khas Tukul membaca sajak-sajak perlawanannya. Jelas. Wani menyabet gelar juara pertama di hari itu. Bukan karena kami merasa dekat saja. Namun, memang pantas seorang Nganti Wani mendapati predikat tersebut.

Ach.. Alam pikir ku malah melayang ke lompatan peristiwa lampau jadinya. Padahal beberapa kawan-kawan ku kini, masih berduduk-duduk dan mulai berpamitan satu sama lainnya.

Siang hingga jelas malam ini, kaum MUDA, BERANI, MILITAN dari Serikat Buruh Anggota KASBI buktikan keberpihakannya untuk sebuah inspirasi dan sosok pejuang tangguh di masa orde baru. Meskipun Tukul tak bersama kita, namun kiprah, semangat, sisi kemanusiaannya akan tetap kekal selama-lamanya.

KASBI Nonton Bareng Film Widji Tukul

KASBI Nonton Bareng Film Widji Tukul

Indonesia telah kehilangan Widji Tukul. Tapi Indonesia tidak boleh lagi alami penghilangan paksa. Orang-orang yang memiliki akal sehat. Keberpihakan orang-orang yang berjiwa besar untuk kebebasan, kedaulatan, kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat, bangsa dan negaranya. Widji Tukul, akan selalu di dada kaum pejuang rakyat. Widji Tukul tak akan pernah hilang dari ingatan!
Negara berhutang nyawa!

Selamatkan Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat Indonesia!
Salam MUDA, BERANI, MILITAN!

Oleh: Kelompok Bunga Merah (Eka)

0 komentar: