Target itu dipatok sejalan dengan perbaikan ekonomi dunia. Jokowi meminta para menteri bekerja keras dan melakukan langkah-langkah konkret untuk mewujudkannya. Investasi digenjot. Bahkan, Pemerintah daerah juga mesti mendorong investasi di wilayahnya agar pertumbuhan ekonomi daerah meningkat.
Namun di balik upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang dinilai banyak pihak terlalu ambisius tersebut, angka kemiskinan juga tampak semakin meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis tanggal 17 Juli 2017, pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen), bertambah sebesar 6,90 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen).
Secara persentase, penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2016 sebesar 7,73 persen, turun menjadi 7,72 persen pada Maret 2017. Sementara, persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2016 sebesar 13,96 persen, turun menjadi 13,93 persen pada Maret 2017.
Selama periode September 2016–Maret 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 188,19 ribu orang (dari 10,49 juta orang pada September 2016 menjadi 10,67 juta orang pada Maret 2017). Sementara, di daerah perdesaan turun sebanyak 181,29 ribu orang (dari 17,28 juta orang pada September 2016 menjadi 17,10 juta orang pada Maret 2017).
Sementara peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2017 tercatat sebesar 73,31 persen. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2016 yaitu sebesar 73,19 persen.
Adapun jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, kopi bubuk dan kopi instan (sachet), dan bawang merah. Sementara itu, untuk komoditi bukan makanan yang besar pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, angkutan, kesehatan, dan perlengkapan mandi. (IB)
0 komentar:
Post a Comment