Menikmati Gaya Ceplas Ceplos Amin Rais Vs Ceplosan Menko Luhut

Wednesday 21 March 2018

Menikmati Gaya Ceplas Ceplos Amin Rais Vs Ceplosan Menko Luhut

Amin Rais Versus Menko Luhut

Siapa tak kenal dua tokoh dedengkot nasional ini. Yang satu dari sipil. Satunya lagi berlatar tentara.

Eyang Amin pernah manggung di atas podium reformasi 20 puluh tahun lalu. Opung Luhut, pernah menjadi lulusan terbaik AKABRI 1970, hingga menjadi menteri pertama kalinya di jaman Gus Dur. Hebohnya, dari pernyataan salah satunya, menyebut-nyebut kalau sudah sama-sama diujung senja, memasuki 70-an tahun.

Obyek masalahnya, soal issue bagi-bagi sertifikat tanah, dan lagi-lagi tiga huruf paling berpengaruh di jagad Bumi Pertiwi, PKI.

Di Bandung, eyang Amin Rais nyeplas-nyeplos lempar dua issue itu. Sasarannya jelas, Jokowi. Presiden RI berperawakan ramping yang demen musik Metallica. Dibilangnya, bagi-bagi sertifikat tanah itu "ngibul". Alias bohongi rakyat. Sebab menurutnya, lebih dari 70-an persen terdapat penguasaan tanah oleh sejumlah kelompok tertentu. Dan sekali lagi, Jokowi disudutkan oleh issue PKI.

Selang satu hari, sebuah diskusi publik di kantor BPK RI, Jakarta, (19/3) 2018, Opung Luhut naik pitam. Merasa Jokowi mendapat kritikan begitu, nyeplos pulak si Opung!

Dua issue itu dibantah habis-habisan. Emosinya naik satu oktaf, bahkan si Eyang yang hobi ceplas-ceplos, diceplosi balik, dengan nada makin over tone. Bakal bongkar dosa si Eyang.

Ceplas-ceplos dalam dua hari itu, dan kelihatannya, keduanya pun sudah sama-sama menenggak bergelas-gelas air putih. Dunia on line gaduh, berita di layar ponsel kita, mulai terlihat aksi borongan dari salah satu pihak. Maklum si Eyang dedengkot sebuah partai. Padahal satunya juga, dedengkot partai pulak.

Barisan si Eyang umbar pernyataan di mana-mana, Wakil Ketua DPR RI, si Zon, bukan kopi Jhoni lhoo.. Ikutan berkicau. Arogansi kekuasaan jadi tema nyanyiannya.


Semua berkilah, sekali lagi mengingatkan bahwa model si Eyang itu memang jadi tukang kritik, bahkan kritikannya sampai jatuhkan rezim otoriter orde baru (senyum-senyum saya baca sebuah berita yang mengangkat profil ini). Dengan gaya ceplas-ceplosnya, Eyang terkenal tak galak sebetulnya. Cuma agak nyeleneh sepertinya.

Drajat Wibowo dari PAN getol tanggapi soal ini. Bahkan sempat menghardik ancaman bernada mengancam. Dan berseloroh jika terjadi sesuatu terhadap si Eyang, mereka telah memiliki kepastian, siapa dibalik itu.

Baper tak cuma melanda anak muda. Dari luar pagar Istana, Eyang lumayan baper kalau sudah ceplas-ceplos. Di matanya, apapun semua yang baikpun dikira pengibulan. Lain lagi si Opung, kalau sudah memuncak dia, halaman Kompasiana mendadak terbitkan artikel entah siapa, yang menyebut ke-baperan yang melanda, di dada si Opung. Saya mulai tergelitik menyimak permainan ini. Perang statemen yang hampir klimaks, diborong banyak pihak. Kalau Opung Luhut pakai teori sound level meter, bisa jadi Ia ingin melihat seberapa desibel kegaduhan ini, dan siapa saja yang bakal menyatu dalam barisan perlawanan atas kebohongan sertifikat tanah, issue PKI, dan sebagainya, dan sebagainya..

Dari peristiwa ini, gaya adem dimainkan sosok besar yang juga pernah menjadi pimpinan ormas besar di republik ini, sampai-sampai harus kirim press release ke media. Agar keduanya saling memaafkan, Pak Din panggilannya. Bukan Dilan lhoo..

Saya hanya ingin menggarisbawahi peristiwa hangat saat ini, dan hanya pada bagian yang menggelitik saya, soal ceplas-ceplos si Eyang, bertabrakan kali ini, dengan si Opung dengan kalimat-kalimat nyeplos-i sekalian..

Kalau dari substansinya, enaknya kita ingin mendapat kelanjutan serial ceplas-ceplos ini. Misalnya, apa kata Bang Karni nanti, bagaimana sebenarnya penjelasan Si Eyang soal 70-an % lebih penguasaan tanah yang dikuasai kelompok tertentu. Data, dan keberanian mengungkap itu, saya kira dibutuhkan, bahkan PAN sekalipun perlu mengedukasi rakyat kalau siap, beberkan saja di sepuluh harian nasional surat kabar, dan media elektronik lainnya.

Dan memang energi Si Opung dalam membela habis-habisan program pimpinannya patut diacungi jempol. Sekalipun tak populer, sebabnya, tak ada lagi terdengar dari yang lain, menjawab tudingan ala ceplas-ceplos si Eyang, selain pertanyaan dan pernyataan resmi Jubir Presiden menanggapi nyelposnya Si Eyang dari kota Bandung tempo hari...(KBM).

0 komentar: