Pegang Teguh Spirit Korps, Mahkamah Agung Lindungi Hakim Pelanggar Kode Etik?

Wednesday, 14 March 2018

Pegang Teguh Spirit Korps, Mahkamah Agung Lindungi Hakim Pelanggar Kode Etik?

Mahkamah Agung
Pasca Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali menyampaikan Laporan MA Tahun 2017 dan menegaskan pentingnya aparat pengadilan untuk menjaga integritas, wibawa MA kembali tercoreng. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap hakim dan panitera pengganti di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Senin (12/3) kemarin.

Menurut juru bicara Komisi Yudisial Republik Indonesia, Farid Wajdi, praktik suap, gratifikasi dan jual beli perkara di pengadilan menjadi perhatian publik karena OTT KPK. Namun, praktik tersebut juga telah lama menjadi perhatian KY. Sekadar catatan, sejak sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) digelar oleh KY dan MA pertama kali di tahun 2009, kasus suap dan gratifikasi cukup mendominasi hingga sekarang. Bahkan, perkara ini juga selalu menghiasi sidang MKH pada setiap tahunnya. Dari 49 sidang MKH yang telah dilaksanakan, sebanyak 22 laporan adalah kasus suap dan gratifikasi.

Ketidakkonsistenan MA dalam merespon usulan sanksi KY dengan alasan teknis yudisial justru merugikan pencari keadilan, dan penegakan hukum serta mendelegitimasi  perwujudan semangat peradilan bersih dan bermartabat. Respons itu menunjukkan MA seperti tidak memiliki standar kualifikasi yang pasti dan jelas untuk menjawab usulan sanksi dari KY.


Citra lembaga peradilan dan kepercayaan publik terhadap kekuasaan kehakiman sangat ditentukan oleh integritas pribadi, kapasitas, dan perilaku hakim dalam menjalankan tugasnya. Integritas yang seharusnya menjadi harga mati bagi hakim justru tercoreng dengan terulangnya kembali OTT. Keprihatinan sudah selayaknya disampaikan, tetapi yang paling penting langkah pembersihan, pembenahan, serta pembinaan agar hal ini tak kembali merusak citra dunia peradilan.

Saat nya pembinaan itu juga perlu diimbangi dengan menampilkan kemuliaan profesi dari pimpinan pengadilan sehingga menjadi role model atau teladan bawahannya. Terkait pengawasan, pemberian sanksi penting ditegakkan. 

Sebagai lembaga pengawas eksternal, KY sudah menjatuhkan rekomendasi kepada hakim yang melanggar KEPPH. Sepanjang tahun 2017, KY merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 58 orang hakim yang dinyatakan terbukti melanggar KEPPH. Namun, sebagai mitra, rekomendasi KY tersebut sayangnya seringkali diabaikan oleh MA dengan berbagai alasan.


BACA JUGA:
Ini Daftar Nama Yang Terjaring Operasi Tangkap Tangan KPK Di PN Tangerang
Ketua KY: Operasi Tangkap Tangan Di PN Tangerang Terjadi Akibat Serakah

MA sudah seharusnya bersikap bahwa pemberian sanksi adalah bagian pendidikan etika sejak dini dan berkelanjutan bagi hakim yang melanggar KEPPH. Tidak ada alasan bagi MA untuk mengabaikan rekomendasi KY. Pengabaian rekomendasi justru akhirnya akan menimbulkan persepsi publik bila MA memegang teguh esprit de corps untuk menutupi bahkan melindungi hakim yang melanggar kode etik.

Seringkali dalih teknis yudisial seolah menjadi cara untuk menghindar dari sanksi etika. Jangan pernah menganggap remeh terhadap aspek etika. OTT terhadap hakim di PN Tangerang memberi penegasan bahwa sebuah itikad pembersihan dan pembenahan saja tidak cukup, masih diperlukan usaha kuat untuk meraih kembali kepercayaan publik dan memulihkan keagungan lembaga peradilan.

MA diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik. Oleh karena itu, MA harus menunjukan komitmen untuk menindaklanjuti rekomendasi sanksi yang diberikan KY.


Oleh: Irman Bunawolo

0 komentar: