Politik Dan Advokasi

Friday, 16 March 2018

Politik Dan Advokasi

"Mari kita mengajar diri kita dan orang lain bahwa politik tidak harus menjadi seni tentang hal yang mungkin...tetapi politik bisa menjadi seni tentang hal yang tidak mungkin yaitu seni membuat diri kita dan dunia menjadi lebih baik." (Vaciav Havel, Presiden Chekosiovakia, 1995).

"Saya telah sampai pada satu kesimpulan bahwa politik merupakan perkara yang terlalu serius untuk ditetapkan di tangan politisi saja." (Charless de Gaulle, Negarawan Prancis)

"Politik digunakan untuk mendatangkan perbaikan...bukan untuk tujuan personal..." (Kelompok perempuan Garifuna di Belize)

Sebelum topik tersebut di ulas lebih lanjut, harapan nya kawan-kawan telah membaca dan memahami PENGERTIAN, TUJUAN DAN JENIS ADVOKASI

Di banyak negara dan komunitas, orang merasa takut terlibat dalam politik. Beberapa kalangan merasa bahwa politik merupakan wilayah yang sangat jauh dari dari kehidupan sehari-hari. Politik dinilai sebagai wilayah yang tidak mudah diakses dimana hanya yang kuatlah yang bsia menapakinya. Jika pandangan mengenai politik itu sesuai dengan kenyataan, maka langkah yang penting untuk terlibat dalam advokasi adalah membahas dan membongkar ketakutan dan asumsi semacam itu.

Pada dasarnya, semua hal dalam hubungan dan dinamika sosial merupakan yang politis, mulai dari rumah tangga hingga koridor-koridor pemerintahan. persepsi bahwa politik hanya merupakan hak istimewa kalangan pemegang kekuasaan formal mendorong proses peminggiran. Persepsi tersebut dapat membuat rakyat merasa tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan.

Banyak orang mengartikan politik masih sangat sempit sebatas afiliasi pada sebuah partai politik tertentu. Jadi apolitis disamakan dengan non-partisipan. Apolitis telah menjadi strategi bertahan banyak organisasi massa atau organisasi non politik (ornop) bekerja di bawah rezim yang represif hingga hari ini. Dengan demikian, hal pertama yang diperlukan dalam melakukan advokasi adalah mengatasi keenggaan terhadap politik. Rakyat yang bertahan dari rezim yang represif, konflik kekerasan, dan bentuk ketidak-stabilan politik lain nya, sering kali takut terhadap politik. Bahkan dalam negara demokratis lebih tua, sikap apatis dapat menjadi halangan yang sulit untuk bisa terlibat dalam advokasi.

Secara sederhana politik dapat diartikan sebagai suatu proses pembuatan keputusan, mengatur dan merencanakan penggunaan sumber daya. Politik dapat berupa proses negosiasi yang terus berlanjut antara kelompok dan kepentingan yang berbeda. Politik berlangsung di semua level atau level, di semua lembaga atau institusi, termasuk keluarga, tempat kerja, tempat ibadah dan di parlemen.

Dengan dasar tersebut, akan membantu kita untuk untuk menjernihkan beberapa kesalahan-kesalahan pandangan mengenai politik. Tujuan nya, untuk membangun tingkat kenyamanan berbicara mengenai politik. Pemahaman tersebut juga sekaligus memperluas wawasan berpikir yang hanya melihat politik sebatas istilah yang ada dalam lembaga formal pembuat kebijakan publik seperti partai politik, legislatif dan pemerintah. Tetapi jauh dari pada itu, politik diartikan hingga menjangkau wilayah informal pembuatan kebijakan dalam organisasi, komunitas dan keluarga.

BACA JUGA:
Strategi Pemberdayaan Dan Pembangunan Konstituensi Dalam Advokasi  
Bagaimana Membangun Organisasi Massa Rakyat?
Dari Kesadaran Advokasi Ke Kesadaran Politik
Mengidentifikasi Dan Mendefenisikan Masalah Untuk Perencanaan Advokasi 

Sebagai contoh,  pertentangan antara pemilik modal dan kelas buruh telah melahirkan perlawanan dari kelas buruh itu sendiri. Perjuangan penuntutan hak dari buruh mulai dari tuntutan upah layak, hak kepastian kerja, hak atas jaminan sosial, hak kebebasan berserikat, meolak PHK dan lain-lain, secara kualitatif meningkat pada strata perjuangan politik untuk mendesak lahir nya regulasi dan sistem pemerintahan yang terbuka, bersih serta mengabdi pada kepentingan rakyat.

Untuk bersikap politis, dibutuhkan lebih dari sekedar memahami tentang bagaimana "sistem" politik bekerja. Bagi masyarakat yang tidak diuntungkan (baca rakyat tertindas), partisipasi politik menuntut cara pikir baru untuk memahami dan menggugat hubungan kuasa tidak setara yang dilanggengkan oleh budaya, norma sosial, politik dan pembuatan keputusan. Kemampuan dan pengetahuan tentang prosedur pengambilan kebijakan dan kemampuan memahami kekuatan sendiri serta bagaimana cara untuk menggunakan kekuatan tersebut.

0 komentar: