Rentenir: Setan Kapitalisme di Pabrik

Monday 1 April 2019

Rentenir: Setan Kapitalisme di Pabrik

Rentenir Pabrik
Masyarakat Indonesia sudah sangat akrab dengan istilah RENTENIR atau biasa juga disebut sebagai lintah darat. Dewasa ini sangat lazim kita temui iklan atau promosi “pinjaman tunai 1 jam cair” dalam bentuk brosur ataupun lewat media online. Rentenir masih menjadi pilihan masyarakat ketika membutuhkan dana segar, dan ini juga sudah membudaya dan berurat-akar dalam masyarakat Indonesia. Sungguhpun rentenir sangat merugikan masyarakat.

Banyak keluhan mengenai rentenir atau lintah darat khususnya mengenai tenggat waktu bayar dan jumlah bunga yang selangit tingginya. Meminjam uang kepada rentenir adalah sama saja dengan mengalungkan tali ke leher yang nantinya akan erat mencekik.

Kaum
buruh adalah mangsa empuk bagi lintah darat. Upah yang minim dan kebutuhan hidup yang tidak sebanding dengan besaran upah menyebabkan banyak buruh pada akhirnya dengan terpaksa menyerahkan batang lehernya kepada lintah darat. Yang lebih celaka lagi adalah tuntutan gaya hidup dan iming-iming kemudahan meminjam uang kepada rentenir setiap saat menggoda kaum buruh.

Sistem ekonomi kapitalistik yang meminggirkan kaum buruh membuat kaum buruh juga kesulitan dalam mengakses pinjaman dari bank yang sedikit lebih rasional dari segi bunga dan jangka pengembalian pinjaman.
Rentenir dalam prakteknya menerapkan bunga yang kemudian berbunga jika si peminjam gagal memenuhi kewajibannya mengembalikan cicilan pokoknya tepat waktu.

Penulis menemukan ada buruh yang akhirnya terlilit hutang hingga puluhan juta rupiah, padahal hutang pokoknya tidak sampai sepuluh juta rupiah. Si buruh harus menanggung beban cicilan tiap bulannya hingga dua kali lipat upahnya tiap bulan, sehingga untuk menutupi kekurangannya ia harus kembali meminjam uang pada rentenir lain, gali lobang-tutup lobang istilahnya. Tentunya hal ini sangat memusingkan si buruh dan membuat kehidupannya morat-marit.


Salah satu contoh kasus yang ditemui oleh penulis adalah sebagai berikut:

Sebutlah si Mawar seorang buruh garmen di Bekasi meminjam uang kepada rentenir sebesar Rp 5 juta, dikenai bunga 1% perhari dengan tempo pinjaman 20 hari. Artinya dalam kurun waktu 20 hari Mawar harus sudah melunasi:

Pokok hutang + (pokok hutang x 1%) x 20 hari = Rp 6 juta

Sayangnya, Mawar gagal memenuhi janji untuk membayar Rp 6 juta pada waktu yang telah ditentukan, sehingga dia dikenai denda tungggakan yang besarannya Rp 200 ribu/bulan. Denda ini kemudian ditambahkan ke hutang yang harus dibayar dan secara otomatis ikut dikenai bunga, inilah yang disebut bunga yang berbunga. Inilah jerat yang mencekik leher si buruh.

Di pabrik-pabrik, terutama pabrik garmen amat mudah ditemui korban-korban lintah darat. Informasi tentang lintah darat menyebar lewat brosur-brosur dan dari mulut ke mulut. Bahkan ada buruh yang menjadi lintah darat bagi sesama buruh (biasanya atasan).Yang lebih celaka lagi ada pengurus serikat buruh yang menjadi lintah darat sebagaimana hasil investigasi penulis.


Rentenir atau lintah darat adalah salah satu setan kapitalisme, penghisap darah kaum buruh. Adalah suatu kekejian yang teramat menjijikkan jika ada buruh apalagi pengurus serikat buruh yang menjadi lintah darat bagi sesamanya.


Dari sudut pandang perlawanan kaum buruh, jerat hutang adalah salah satu cara kaum pemodal dan penguasa untuk melemahkan elan perlawanan kaum buruh.

Sebagaimana pengakuan seorang pengurus serikat buruh kepada penulis; “Dulu sebelum terbentuk serikat buruh tidak pernah ada tawaran Kredit Tanpa Agunan dari bank (yang bekerja sama dengan pengusaha) kepada buruh di pabrik tempatnya bekerja, namun begitu terbentuk serikat buruh segera saja tawaran dan iming-iming kemudahan pinjaman menghampiri. Kontan saja para pengurus dan anggota tanpa pikir panjang menyambar tawaran tersebut. Ujung-ujungnya para pengurus dan anggotanya menjadi giat bekerja lembur demi membayar cicilan hutang. Kerja-kerja organisasi menjadi terbengkalai, perlawanan sontak saja padam karena para pengurus dan anggota menjadi ciut nyalinya takut di-PHK.”

Sayangnya aturan hukum tidak menyebutkan praktek lintah darat sebagai perbuatan melawan hukum. Dalam kerangka ekonomi politik kapitalisme, praktek pinjam-meminjam uang yang disertai bunga dibenarkan secara hukum. Para lintah darat ini baru bisa dijerat hukum apabila si lintah darat menggunakan cara-cara kekerasan dalam proses penagihan hutang.Maka kaum buruh haruslah selalu berhati-hati dan berpikir rasional, jangan mudah terkecoh maupun terburu-buru untuk mengambil pinjaman dari para lintah darat. Kebutuhan hidup memang semakin mendesak, harga-harga semakin membubung tinggi, maka perjuangan akan upah layak adalah suatu keharusan dan mejadi tugas kita bersama. Lebih ideal lagi adalah jika kita meningkatkan perjuangan kita ke arah perjuangan untuk merubah sistem yang mencekik kita hari ini, perjuangan demi terwujudnya masyarakat tanpa penghisapan.


(Ilham Jimbo.2017)


Artikel Menarik Lainnya:
Mengenali Dan Mengatasi Masalah Dalam Organisasi 
Membongkar Dan Memperbaiki Patronase Dalam Organisasi 
Galang Kekuatan Buruh, Hadang Pengancam Demokrasi 
Outsourcing Dan Masa Depan Buruh Indonesia  
Tiga Pilar Perjuangan  
Polisi Afrika Itu Berserikat, Beda dengan Polisi Indonesia
Dari Kesadaran Advokasi Ke Kesadaran Politik

1 komentar:

Himawan Sant said...

Menakutkan kalau berurusan dengan lintah darat ..., pinjaman uang bisa berlipat ganda kalau .. telat membayarnya.

Semoga ya tak ada lagi sistem seperti itu.
Kasihan para korbannya.