Mari Mengorganisir: Sendiri atau Keroyokan?

Monday, 12 February 2018

Mari Mengorganisir: Sendiri atau Keroyokan?

Bidan Desa PTT PNS

Mengorganisir adalah wujud aktifitas mengajak baik individu maupun massal menuju suatu wadah tertentu. Pengorganisiran dalam serikat buruh tentu saja merupakan wilayah sakral yang harus dimiliki oleh siapapun orangnya, entah aktifisnya maupun anggota biasa sekalipun. Hal ini seturut ujar-ujar yang tertuang dalam ajaran sebuah kitab suci, "tak ada perubahan nasib suatu kaum, kalau bukan kaum itu sendiri yang mengubahnya". 

Amalan di atas diperuntukkan pada suatu kaum agar ia tidak hanya berubah seorang diri. Lantas ia perlu mengajak yang lain, agar dapat berubah nasibnya, bersama-sama.

Pengorganisiran dalam serikat buruh, dimaksudkan, selain pedoman di atas, agar serikat buruh memiliki keanggotaan yang bertambah. Baik secara sektoral, maupun teritorial.

Pertanyaannya, bolehkah pengorganisiran dilakukan seorang diri? Dan bersama-sama, kasarnya, sebutlah mengeroyok? Jawabannya, keduanya boleh, dan syah-syah saja dilakukan. 

Makna yang terkandung dalam arti pengorganisiran mestinya menjadi ritual bagi serikat buruh. Bagi personal yang berada dalam serikat buruh. Ibadahnya yaitu melakukan pengorganisiran, mengamalkan segala macam pengetahuan dan praktek mempertinggi amal, dan kesadaran, menjadikan manusia lainnya berprespektif secara organisasional di kemudian hari. Mempunyai wadah aspiratif, dan alat perjuangan dalam menentukan masa depannya. 

Pengorganisiran mutlak harus dilakukan. Baik sendiri maupun berkeroyok rupa misalnya. Yang jadi soal, jika tidak melakukan ritual pengorganisiran tersebut. Ini namanya, mau masuk "surga" bawa perutnya sendirian.

Pengorganisiran dapat ditempuh berbagai cara. Terbuka maupun tertutup.

Dalam khasanah ilmu militer sekalipun, perebutan daerah kekuasaan musuh, dapat dilakukan dengan model pertempuran konvensional maupun gerilya. Bahkan peperangan yang tak dapat dihindari, kerap menimbulkan korban di kedua belah pihak. 

Apapun kondisinya perintah komando, tetap dijalankan. Sampai betul-betul daerah musuh dapat direbut, dan ditaklukkan.

Bedanya, pengorganisiran bukanlah perintah komando. Melainkan ritual kesadaran untuk meluaskan kebaikan, dan penambahan kekuatan keanggotaan sebuah organisasi. 

Hanya caranya, kita bisa melirik strategi perebutan daerah musuh tersebut.

Jadi, bisa saja pengorganisiran dilakukan seorang diri. Asalkan bakat, ketrampilan dan mental telah menyatu dalam alam pengetahuan sang organizer. Maka dari mulutnya, hanya akan terdengar agitasi dan propaganda tentang jalan kebenaran, dalam menggagas cita-cita perubahan untuk berjuang bersama-sama.

Dalam seni dan siasat tertentu, pengorganisiran seorang diri dapat dibutuhkan sejauh keadaan yang paling memungkinkan. 

Di jaman old, keadaan subyektif organizer amat kentara susahnya. Hingga sebetulnya, keterbatasanlah yang berbicara. Biasanya, organisasi hanya bisa menyediakan gizi, kurang dari empat sehat lima sempurna tiap harinya. 

Bensin asal tidak kering di tanki. Dan "udut" bungkus pertama masih bisa disupport dari organisasi. Situasi jaman old sangat memengaruhi nilai-nilai kejuangan yang muncul. Suasana heroisme dari pintu ke pintu gerbang pabrik, untuk membagi selebaran, dan berkunjung ke rumah-rumah kost, kontrakan, berkeliling di kawasan industri, dan bahkan menyebrang kota/kabupaten bagai bus AKAP, menjadikan sang organizer makin tumbuh berkembang meski suasana batin jejeritan bukan kepalang.

Pengalaman merendam sosok organizer semakin tangguh. Kini sudah jarang kita temui.

Lain halnya pengorganisiran berkeroyokan. Yang jelas jaman now tak sesusah dahulu kala. Mantra "otw" menunjukkan berbagai alkisah diri, bahwa sedang dalam perjalanan menuju target dan wilayah pebgorganisirannya. Masalah uang bukan penghalang. Makin ramai, makin dapat ditanggulangi bersama-sama. Biasanya target pengorganisiran amatlah besar. Dalam sebuah kota/kabupaten, minimal memiliki peta 10 target pengorganisiran. Bahkan butuh penjelasan-penjelasan panjang untuk meyakinkan sasaran pengorganisiran. 

Sehingga, memerlukan energi tambahan untuk disinergikan dengan keadaan yang berlangsung. Asalkan tidak lebih besar pasak dari pada tiang. Maklum pengorganisiran jaman now, sudah dalam situasi apa-apa berharga mahal. 

Ritual Pengorganisiran
Sekali lagi, mari mengorganisir, dengan seni dan keteladanan. Keuletan, dan kesabaran sebagai manusia, dapat kita peroleh dari seni pengorganisiran. Orang yang lebih sering bergelagat emosional, memerlukan medan pengorganisiran yang luas.

Pengorganisiran serikat buruh jelas berbeda dengan metode, rekrut, baiat, cuci otak, dan tentukan malam pengantinnya. Untuk meledakkan diri di muka umum.

Pengorganisiran model begitu, bukanlah membawa kesadaran tertinggi untuk bergiat merangkai perubahan. Itu namanya, cari mati. Bukanlah keselamatan, dan jalan menggapai cita-cita penghapusan penindasan dan penghisapan manusia atas manusia di bawah kolong langit ini. Dan tak bakal ada realitas kaum buruh tani, soko guru revolusi Indonesia. Dan apalagi memujudkan kekuasan klas buruh. Sebab, kaum buruh berkuasa rakyat sejahtera. Tak perlu muluk. Australia contoh terdekatnya. Sejak pertama kali saya menjejakkan kaki di negeri kangguru itu, saya melihat kenyataan kebersihan dan pembangunan yang maju. Contoh gampangnya, jalan tol yang gratis bagi warganya. Kalau Indonesia sebaliknya, kalau bisa wargapun harus membayar di tempat, meski sudah kena tilang, di jalan raya.

Di Australia partai buruhnya berkuasa (kini partai liberal berkuasa). Dan menunjukkan masa waktu kekuasaannya. Walau keadaan partai buruhnya belumlah senyata harapan seluruh kaum buruh di sana. Namun berkat pengorganisiran kaum buruh, lantas kenyataan pasti akan berbicara di kemudian hari. 

Tulisan ini berdiri di atas kenyataan umum. Ritual pengorganisiran memang harus menjadi detak denyut nadi seiring perjuangan kita.

Yang harus disayangkan justru begini, sudah susah payah ngorganisir sana-sini, mendidik sedemikian rupa, dan menghadirkan dinamika di dalamnya, justru tak tahan merawatnya. Perlu dicatat, yang maha sulit adalah merawat, ketimbang mendapatkan.

Dalam perawatan kita akan alami pasang surut berkonsolidasi. Ada saja godaannya. Banyak aneka konflik di dalamnya. Bersuara keras-keras, lantaran sehabis belajar filsafat dua hari dua malam, apa saja maunya didebat. Lantang dan ber-toa.

Selisih pendapat tak lagi bersahabat. Tersinggung sedikit, terluka cepat bernanah bertahun lamanya. Dahulu dicinta, sekarang main pecat. 

Dinamika sesat menjadi rongga ketidakberdayaan merawat. Dahulu dididik kuat-kuat, sekarang mudah main sikat. Berbeda volume sekian desibel saat debatpun, mudah bilang keparat. 

Dahulu rajin ngepel dan nyapu lantai sekretariat, sekarang sudah banyak yang minggat. 

Macam-macam dinamikanya, masa-masa pertumbuhan hasil pengorganisiran memang penuh warna. Ajaran berserikat makin diuji dari waktu ke waktu. Ada saja contoh kecilnya. Misalkan kesukaan kita berdiskusi dengan si "Dillan", bisa-bisa tak tidur semalam suntuk untuk mendengarkan kisahnya menerjang badai perjuangan dari tepok nyamuk pertama, sampai ratusan kali karena dikeroyok nyamuk malam-malam. 

Ada saja kondisi salah tafsir di sini. Upaya membangun kecerdasan dalam berdiskusi, dikira malah memasang tiang pancang patronase. Bodohnya, situasi jaman now masih menggunakan patronase style. Dan lebih bodohnya lagi, betul-betul ingin menjadi followers mematron pada salah satu, atau salah dua sosok idol-nya. Persoalannya, jika budaya patronase ini tumbuh subur, maka disadari atau tidak, dapat menjakiti wabah penyakit, bernama "klik". 

"Saya dan dia kita senada, sudah nge-klik, kita", maklum kita dari rahim yang sama. Dahulu kita hasil pebgorganisirannya.

Wahh, kata orang Betawi, organisasi begituan bikin berabe. Orang Jawa bilang, tunggu remuk njero.. Urang Sunda bilang, eta..kalompok figuran, ikut-ikutan. Berpotensi sekali, ikut sana-ikut sini. Juga bisa sikut sana, sikut sini.

Ini berbahayanya. Maka merawat adalah PR setiap waktu.

Dan banyak juga orang lupa, mengenai sentral koordinasi di tengah sekretariat. Sebab, hasil pengorganisiran  bakal dibawa untuk dilatih, mulai dari disuapi sampai disuruh masak lebih dahulu untuk bisa makan.  Sekretariat sudah semestinya melahirkan dinamika yang berlangsung sehat. Terarah, dan memunculkan kualitas untuk memajukan sama-sama. 

Kitapun akan mengalami, kecenderung pengalaman banyak yang hilang ingatan, sejak pabriknya diorganisir, dididik berserikat dan tampil mewakili organisasi di berbagai panggung, banyak yang sudah enggan, dari mana ia dilahirkan. Dibesarkan, dan menjadi seperti sekarang ini. Sekretariat mulai dilupakan. Sekretariat mendadak virtual. Bukan lagi mempererat, giliran bertemu on line, hanya saling umpat! 

Maka, mengorganisirlah, selagi kamu bisa ngorganisir. Dan jangan sampai dirimu justru menjadi sasaran yang ternyata, memerlukan pengorganisiran berkali-kali.

Oleh: Eka Pangulimara Hutajulu

0 komentar: