Contoh Gugatan PHI | PHK Karena Alasan Habis Kontrak (recommended)

Wednesday 5 September 2018

Contoh Gugatan PHI | PHK Karena Alasan Habis Kontrak (recommended)

Contoh Gugatan PHI | PHK Karena Alasan Habis Kontrak (recommended)

Jakarta, 10 Mei 2016

Nomor : 000/GGT/PHI/V/2016
Perihal : Gugatan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

Kepada Yth,
Ketua Pengadilan Hubungan Industrial
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Jl. Bungur Besar Raya No. 24, 26 dan 28 kemayoran
Di Jakarta

Dengan hormat,

Yang bertandatangan dibawah ini:

1. Tulis Nama Penggugat 1, beralamat Kp. Bulak Teko RT. 002/RW 11 Kel. Kalideres, Kec. Kalideres, Jakarta Barat, anggota Serikat Buruh Lorong Pabrik

2. Tulis Nama Penggugat 2, beralamat di Kp. Pamengker RT 001/RW 03 Desa. Cilentung, Kec. Pulosari, Kab. Pandeglang, anggota Serikat Buruh Lorong Pabrik

3. Tulis Nama Penggugat 3, beralamat di Kp. Rawa Bamban RT 002/RW 07 Kel. Jurumudi Baru, Kec. Benda, Kota Tangerang, anggota Serikat Buruh Lorong Pabrik

4. Tulis Nama Penggugat 4, beralamat di Kp. Rawa Bamban RT 005/RW 07 Kel. Jurumudi Baru, Kec. Benda, Kota Tangerang, anggota Serikat Buruh Lorong Pabrik
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus 6 Maret 2015, dalam hal ini diwakili oleh kuasa nya: Nama Kuasa Hukum 1, Nama Kuasa Hukum 2, Nama Kuasa Hukum 3, Dst Jika Masih Ada, keseluruhannya Warga Negara Indonesia dan merupakan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Lorong Pabrik, beralamat di Jalan Abadi, Gang Karyawan, No.007, RT. 001/002, Kebon Besar, Batuceper, Kota Tangerang, Banten-15122, sesuai dengan SK Pencatatan Nomor : 987.4/789-DISNAKER/2010. 

Dengan ini Para Penggugat mengajukan Gugatan atas Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terhadap: 

PT. LORONG PABRIK yang beralamat di Jl. Kamal Muara III, No. 55, RT. 02/ RW. 03, Penjaringan, Jakarta Utara, ---------------------------------------------------Selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT.

A. DASAR GUGATAN


1. Bahwa UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 87 menyebutkan bahwa: Serikat Pekerja/ Serikat Buruh dan Organisasi Serikat Buruh dapat bertindak sebagai kuasa hukum Serikat Buruh untuk beracara di Pengadilan  Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya

2. Bahwa UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan melalui Pengadilan Hubungan Industrial. Pasal 1 angka 17 jo angka 1 UU No. 2 Tahun 2004 menyatakan bahwa: Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.
Pasal 1 angka 1:
"Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan" 
3. Bahwa gugatan ini adalah gugatan pemutusan hubungan kerja yang timbul akibat adanya pernyataan Tergugat bahwa para penggugat telah habis masa kontraknya. Pernyataan tersebut diikuti dengan adanya larangan Tergugat kepada Para Penggugat untuk melakukan aktifitas di area produksi dan tidak memperbolehkan Para Penggugat untuk memasuki perusahaan.

4. Bahwa yang dimaksud dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja dalam pasal 1 angka 4 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah: “Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.”

5. Bahwa pemutusan hubungan kerja ini terjadi sejak tergugat menyatakan Para Penggugat telah habis masa kontraknya, dan sejak itu para penggugat dilarang untuk datang ke area perusahaan (Tergugat) untuk melaksanakan pekerjaan sebagaimana mestinya. Hal ini telah mengakibatkan putusnya hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat secara sepihak.

6. Bahwa alasan tergugat untuk melakukan PHK kepada para penggugat tidak bisa diterima oleh penggugat meskipun tergugat sudah memberikan pernyataan PHK secara langsung kepada para penggugat. Hal ini dikarenakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (kontrak) yang dijadikan alasan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja bertentangan dengan aturan perundang-undangan.

7. Bahwa sesuai mekanisme yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004, perselisihan ini telah diupayakan penyelesaiannya dengan mengundang Tergugat untuk melakukan perundingan bipartit, namun Tergugat menolak untuk berunding.

8. Bahwa oleh karena upaya penyelesaian melalui bipartit gagal, maka Penggugat menempuh upaya mediasi di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara, oleh karenanya Mediator mengeluarkan Surat Anjuran Nomor : 1576/-1.831 tertanggal 11 Mei 2015 perihal ”ANJURAN”.

9. Bahwa pada tanggal 19 Mei 2015 PARA PENGGUGAT melalui  Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Nusantara (FSBN – KASBI) menyampaikan Surat Jawaban kepada Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara yang isi nya MENOLAK ANJURAN tersebut.

10. Bahwa oleh karena Para Penggugat menolak anjuran Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, maka Para Penggugat mengajukan gugatan ini  ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai dengan ketentuan pasal 14 huruf 1 Undang-Undang No. 2 tahun 2004 yang menyatakan:
Pasal 14 huruf 1
“Dalam hal anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.”
11. Bahwa berdasarkan hal-hal dan uraian tersebut dia atas, jelas bahwa gugatan ini telah memenuhi kewenangan relative dan absolute untuk diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

B. ALASAN GUGATAN


1. Menurut pengertian Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Berdasarkan pengertian tersebut, maka sesunguhnya pemutusan hubungan kerja tidak semata-mata dilakukan secara tertulis oleh Pengusaha kepada buruhnya, melainkan adanya tindakan atau upaya dari salah satu pihak untuk mengakhiri hubungan kerja dengan diikuti putusnya hak dan kewajiban, yang dilakukan sewaktu-waktu dengan alasan tertentu.

2. Bahwa seringkali pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja dengan berbagai alasan dan maksud tertentu, terutama untuk mengindari kewajiban. 

3. Bahwa sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dalam gugatan ini, berakhirnya hubungan kerja antara PARA PENGGUGAT dengan TERGUGAT disebabkan oleh adanya klaim dari TERGUGAT bahwa PARA PENGGUGAT telah berakhir masa kontraknya.

4. Bahwa ketidakjelasan dan tidak terpenuhinya norma-norma mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu sebagaimana yang tersebar antara Pasal 50 s/d Pasal 64 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004 menjadi alasan yuridis PARA PENGGUGAT untuk menolak tindakan TERGUGAT.

5. Bahwa hal tersebut dalam poin 4 telah menimbulkan adanya perselisihan antara PARA PENGGUGAT dan TERGUGAT, yang mana bila mengacu pada ruang lingkup perselisihan hubungan industial yang diatur Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial maka perselisihan aquo adalah Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja.

6. Ketidakbenaran alasan yang disampaikan oleh TERGUGAT bahwa PARA PENGGUGAT telah habis masa kontraknya  dapat dilihat dari Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang tidak memenuhi syarat-syarat sah nya suatu perjanjian, terutama syarat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Berdasarkan hal tersebut, hubungan kerja antara PARA PENGGUGAT dengan TERGUGAT demi hukum beralih menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

7. Bahwa berakhirnya masa kontrak sebagaimana alasan dalam pemutusan hubungan kerja ini adalah murni kepentingan TERGUGAT untuk melakukan penyimpangan terhadap  segala ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja yang diatur dalam aturan perundang-undangan, sehingga alasan tersebut kebenarannya haruslah diuji terlebih dahulu melalui Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

8. Bahwa sejak adanya larangan bagi PARA PENGGUGAT untuk masuk di area perusahaan sejak itu juga TERGUGAT sudah tidak menjalankan kewajiban membayar upah kepada PARA PENGGUGAT, sehingga PARA PENGGUGAT kesulitan untuk memenuhi kebutuhan (nafkah) nya dan keluarganya karena tidak memperoleh penghasilan. Hal ini menjadi salah satu alasan PARA PENGGUGAT dalam pengajuan gugatan aquo untuk mendapatkan keadilan melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

9. Bahwa selama alasan atau penyebab adanya pengakhiran hubungan kerja ini masih diperselisihkan, PARA PENGGUGAT tidak dapat mengikatkan dirinya dalam sebuah hubungan kerja yang sah dengan pihak manapun karena selama perkara ini belum memperoleh putusan hukum yang tetap dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, TERGUGAT dan PARA PENGGUGAT masih terikat dalam sebuah hubungan kerja sebagai Pengusaha dan Buruh. 

DALAM PROVISI


1. Pasal 151 ayat 3 UU No. 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa: “Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”


2. Pasal 155 ayat 1 menyebutkan Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.
Penjelasan pasal 151 ayat (1):
Karena PHK sepihak yang dilakukan TERGUGAT kepada PARA PENGGUGAT belum ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial sampai dengan saat ini, maka PHK tersebut jelas batal demi hukum.
3. Selanjutnya Pasal 155 ayat (2) mengatur bahwa: "Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya"
Penjelasan pasal 155 ayat (2) 
TERGUGAT telah melakukan PHK sepihak kepada PENGGUGAT dan tidak mengijinkan lagi PARA PENGGUGAT bekerja kembali kepada TERGUGAT sejak tanggal 31 Januari 2015 dan 20 Februari 2015  meskipun PARA PENGGUGAT sudah berusaha mendatangi TERGUGAT dan meminta dipekerjakan kembali, tetapi tidak di’izinkan oleh TERGUGAT. Oleh sebab itu, TERGUGAT seharusnya tetap membayar upah kepada PARA PENGGUGAT sebagai bukti kewajibannya kepada PARA PENGGUGAT, namun kewajiban tersebut tidak dijalankan oleh TERGUGAT.
4. Pasal 93 ayat (2) huruh f menyebutkan: “Apabila pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha, maka pengusaha diwajibkan membayar upah.”

5. Bahwa UU No 13 Tah n 2003 Tentang Ketenagakerjaan telah jelas mengatur kewajiban para pihak selama proses perselisihan hubungan industrial berlangsung. Salah satu kewajiban TERGUGAT  dalam hal ini adalah membayar upah PARA PENGGUGAT selama proses hukum berjalan. “Pasal 155 ayat (2) menyebutkan Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya”.


7. Bahwa PARA PENGGUGAT juga siap untuk diperintahkan bekerja kapanpun oleh TERGUGAT  sebagaimana diatur dalam UU No 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 93 ayat (2) huruf (f) yang berbunyi: “apabila pekerja / buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha, maka pengusaha diwajibkan membayar upah”.


Berdasarkan ketentuan di atas, maka seharusnya PENGGUGAT tetap menerima upah/gaji dan tunjangan lainnya yang biasa diterima PARA PENGGUGAT dari TERGUGAT setiap bulannya terhitung dari sejak dihentikannya gaji/upah PARA PENGGUGAT sampai dengan adanya putusan  lembaga penyelesaian hubungan industrial yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

7. Bahwa kewajiban pengusaha untuk tetap membayarkan upah selama proses diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011 tanggal 19 September 2012 yang pada intinya menyatakan:
“Frasa ”belum ditetapkan” dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap”.
8. Bahwa oleh karena perkara ini belum memperoleh putusan hukum tetap, Para Penggugat dan Tergugat harus menjalankan hak dan kewajiban, maka berdasarkan Kepmen No. 04 Tahun 1994, pada tanggal 14 Juli 2014 Para Penggugat berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan. Seharusnya tergugat juga wajib membayar THR Tahun 2015 kepada para penggugat. Namun sampai saat ini hal tersebut tidak dilaksanakan oleh Tergugat.

9. Adapun besaran upah/gaji dan tunjangan lainnya yang biasa diterima oleh PENGGUGAT dari TERGUGAT setiap bulannya mulai dari dihentikannya pembayaran upah oleh TERGUGAT hingga bulan Mei 2016 adalah:
1) SAUDARA PENGGUGAT 1 (Upah Perbulan Tahun 2015 sebesar Rp 2.700.000)
  • Upah Tahun 2015 yang belum dibayar = Upah Februari s/d Desember 2015 11 Bln X Rp. 2.700.000,- = Rp.29.700.000,-
  • THR Tahun 2015 = Rp.2.700.000,-
  • Upah Tahun 2016 yang belum dibayar = Upah Januari 2016 s/d Mei 2016 = 5 Bln X UMP DKI Jakarta 2016 = 5 Bln X Rp. 3.100.000,- = Rp.15.500.000,-
Total besaran upah/gaji dan THR yang tidak dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat 1 sebesar Rp.47.900.000,-
2) SAUDARI PENGGUGAT 2 (Upah Perbulan Tahun 2015 sebesar Rp 2.700.000)
  • Upah Tahun 2015 yang belum dibayar = Upah Februari 2015 s/d Desember 2015 = 11 Bln X Rp. 2.700.000,- = Rp.29.700.000,-
  • THR Tahun 2015 = Rp.2.700.000,-
  • Upah Tahun 2016 yang belum dibayar = Upah Januari 2016 s/d Mei 2016 = 5 Bln X UMP DKI Jakarta 2016 = 5 Bln X Rp. 3.100.000,- = Rp.15.500.000,- 
Total besaran upah/gaji dan THR yang tidak dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat 1 sebesar Rp.47.900.000,-
3) SAUDARI PENGGUGAT 3 (Upah Perbulan Tahun 2015 sebesar Rp 2.700.000) 
  • Upah Tahun 2015 yang belum dibayar = Upah Februari 2015 s/d Desember 2015 11 Bln X Rp. 2.700.000,- = Rp.29.700.000,-
  • THR Tahun 2015 = Rp.2.700.000,-
  • Upah Tahun 2016 yang belum dibayar = Upah Januari 2016 s/d Mei 2016 = 5 Bln X UMP DKI Jakarta 2016 = 5 Bln X Rp. 3.100.000,- = Rp.15.500.000,- 
Total besaran upah/gaji dan THR yang tidak dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat 1 sebesar Rp.47.900.000,- 
4) SAUDARI PENGGUGAT 4 (Upah Perbulan Tahun 2015 sebesar Rp 2.700.000) 
  • Upah Tahun 2015 yang belum dibayar = Upah Februari 2015 s/d Desember 2015 11 Bln X Rp. 2.700.000,- = Rp.29.700.000,-
  • THR Tahun 2015 = Rp.2.700.000,-
  • Upah Tahun 2016 yang belum dibayar = Upah Januari 2016 s/d Mei 2016 = 5 Bln X UMP DKI Jakarta 2016 = 5 Bln X Rp. 3.100.000,- = Rp.15.500.000,- 
Total besaran upah/gaji dan THR yang tidak dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat 1 sebesar Rp.47.900.000,-
Total Upah yang belum di bayarkan untuk 4 (empat) orang Penggugat tersebut sebesar Rp 143.700.000,- (Seratus empat puluh tiga juta tujuh ratus ribu rupiah)


Berdasarkan uraian tersebut di atas, mohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat c/q Majelis Hakim Yang Mulia untuk memutuskan terlebih dahulu dalam putusan sela tentang pembayaran upah/gaji selama tidak dipekerjakan.

DALAM POKOK PERKARA


1. Segala sesuatu yang telah diuraikan Dalam Provisi secara mutatis-mutandis mohon dianggap juga sebagai bagian dalam Pokok Perkara.

2. Bahwa TERGUGAT adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang persepatuan, beralamat di Jl. Kamal Muara III, No. 55 RT 02/03 Penjaringan, Jakarta Utara.

3. Bahwa PARA PENGGUGAT adalah buruh yang bekerja kepada TERGUGAT dan menerima upah setiap bulannya masing-masing sebagai berikut:
  • Penggugat 1atas Nama YANA bekerja pertama kali dengan Tergugat 21 Juli 2005, terakhir bekerja di bagian Injection, upah terakhir sebesar Rp.29.700.000,-
  • Penggugat 2 atas Nama YANI bekerja pertama kali dengan Tergugat 9 Mei 2007, terakhir bekerja di bagian Injection, upah terakhir sebesar Rp.29.700.000,-
  • Penggugat 3atas Nama YANO bekerja pertama kali dengan Tergugat 13 Maret 2008, terakhir bekerja di bagian Injection, upah terakhir sebesar Rp.29.700.000,-
4. Bahwa pada tanggal 06 Oktober 2014 terbentuk Serikat Buruh Lorong Pabrik dengan bukti pencatatan No: 2078/III/SP/X/2014.


5. PARA PENGGUGAT adalah anggota Serikat Buruh Lorong Pabrik dan masing-masing memiliki bukti Kartu Tanda Anggota yang akan diajukan pada sidang pembuktian.

6. Bahwa pengakhiran hubungan kerja ini disampaikan langsung oleh TERGUGAT kepada PARA PENGGUGAT. Yang mana pada saat itu PARA PENGGUGAT sedang melakukan aktivitas kerja seperti biasa, tiba-tiba Pra Penggugat mendapat perintah untuk menghadap personalia (Sebutkan nama personalianya bila perlu).

7. Bahwa ketika para Penggugat menghadap kepada Tergugat, dan melalui personalia (Sebutkan nama personalianya bila perlu) menyampaikan kepada PARA PENGGUGAT bahwa kontraknya sudah berakhir, dan saat itu juga Tergugat menetapkan PENGGUGAT sudah bukan karyawan TERGUGAT lagi.

8. Bahwa berdasarkan sifat dan jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh PARA PENGGUGAT, TERGUGAT tidak boleh menerapkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau sistem kerja kontrak karena bertentangan dengan ketentuan pasal 59 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

9. Bahwa adapun pekerjaan yang diperintahkan TERGUGAT kepada PARA PENGGUGAT bukanlah pekerjaan yang bersifat musiman dan tidak tergantung pada pemesanan sebagaimana pada pasal 4 dan 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT. Hal ini terbukti dimana PARA PENGGUGAT tidak pernah terputus/terhenti bekerja yang disebabkan oleh tidak adanya pekerjaan.


10. Bahwa menurut (penjelasan) Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.

11. Bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh PARA PENGGUGAT bukan pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) tahun sebagaimana yang dimaksud pada pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT

12. Bahwa secara umum sahnya suatu perjanjian kerja mengacu pada syarat sahnya perjanjian (perdata) pada umumnya, yakni:
1) Adanya kesepakatan antara para pihak tidak ada dwang-paksaan,dwaling-penyesatan/kekhilafan atau bedrog-penipuan.
2) Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau kecakapan untuk (bertindak) melakukan perbuatan hukum (cakap usia dan tidak dibawah perwalian/pengampuan);
3) Ada (obyek) pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4) (causa) pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 52 ayat (1) UUK No. 13 Tahun 2003).
13. Apabila perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak-pihak tidak memenuhi 2 syarat awal sahnya (perjanjian kerja) sebagaimana tersebut di atas yakni tidak ada kesepakatan dan ada pihak yang tidak cakap untuk bertindak, maka perjanjian kerja dapat dibatalkan. Sebaliknya apabila perjanjian kerja dibuat tidak memenuhi 2 syarat terakhir sahnya (perjanjian kerja) yakni obyek (pekerjaannya) tidak jelas dan causanya tidak memenuhi ketentuan, maka perjanjiannya batal demi hukum (null and void).


14. Syarat tersebut di atas tidak dipenuhi oleh TERGUGAT sehingga klaim TERGUGAT atas “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu” terbukti telah melanggar ketentuan perundang-undangan (Pasal 50-60 UU R.I No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Kepmen 100 Tahun 2004 tentang PKWT).

15. Bahwa salah satu syarat PKWT yang tidak boleh diabaikan adalah harus dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan dalam penjelasan pasal 59 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini tidak dilakukan oleh TERGUGAT. Hal ini diketahui setelah PARA PENGGUGAT menanyakan kepada Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Jakarta Utara .


16. Oleh karena itu patut dan layak menurut hukum jika Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan TERGUGAT telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum (Lihat: Contoh Gugatan Perbuatan Melawan Hukumdan mohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat yang memeriksa, mengadili perkara aquo agar menetapkan PARA PENGGUGAT sebagai pekerja tetap berdasarkan Pasal 50-66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Kepmen No. 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.


17. Bahwa dengan demikian, tindakan TERGUGAT yang melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak terhadap PARA PENGGUGAT dengan alasan BERAKHIR/HABIS MASA KONTRAK merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, karena pada prinsipnya pemutusan hubungan kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan (izin) dari lembaga Pengadilan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Oleh karena PHK yang dilakukan oleh TERGUGAT belum memperoleh penetapan (izin) dari lembaga Pengadilan Hubungan Industrial maka batal demi hukum (null and void).


18. Bahwa sebagai itikad baik dari Para Penggugat,  sudah berupaya mengajak Tergugat untuk menyelesaikan permasalahan ini dalam perundingan bipartit. Hal ini dapat dibuktikan dengan surat pengajuan perundingan tertanggal 2 dan tanggal 9 Februari 2015, Meskipun demikian, Tergugat tidak menolak untuk berunding dengan Para Penggug.

19. Bahwa kasus Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Para Penggugat, maka Mediator pada Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara telah mengeluarkan Anjuran Nomor : 1576/-1.831 tertanggal 11 Mei 2015, yang menganjurkan:
1)  Agar pihak pekerja Sdr. Pujiyanto, dkk (71 orang) bersedia menerima pengakhiran hubungan kerja sesuai dengan jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu yang telah disepakati.
2) Agar kedua belah pihak memberikan jawaban secara tertulis atas anjuran tersebut di atas selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran ini
20. Bahwa sebagaimana telah disampaikan pada bagian sebelumnya, Para Penggugat menolak ANJURAN Mediator dengan dasar dan argumentasi yuridis yang telah diuraikan di atas dan telah mengajukan Jawaban tertulis.

21. Bahwa sah tidaknya suatu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak sertamerta ditentukan oleh adanya suatu Perjanjian tertulis antara buruh dan pengusaha karena perjanjian tertulis (kontrak) hanyalah merupakan syarat formil (subjektif) dari suatu kesepakatan. Kesepakatan yang dimuat dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu batal demi hukum jika perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat materil (objektif). Hal ini diatur dalam ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata Jo. Pasal 52 jo. Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Jo. Kepmen 100 Tahun 2004 Tentang PKWT.

22. Bahwa sifat dan jenis pekerjaan adalah merupakan syarat materil dari PKWT. Untuk menentukan terpenuhi atau tidaknya syarat ini hanya dapat dibuktikan melalui pemeriksaan yang dilakukan secara komprehensif terhadap sifat dan jenis pekerjaan di PT. Lorong Pabrik.

23. Bahwa ada kekhawatiran TERGUGAT tidak berkenan untuk melaksanakan putusan atas perkara ini secara sukarela oleh karenanya TERGUGAT diwajibkan untuk membayar uang paksa atau dwangsom sebesar Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) setiap hari sejak perkara ini diputus oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang, setidak-tidaknya sejak TERGUGAT tidak bersedia melaksanakan amar putusan atas perkara ini yang telah berkekuatan hukum tetap. 

BERDASARKAN SELURUH URAIAN DIATAS, DENGAN INI PARA PENGGUGAT MOHON KEPADA MAJELIS HAKIM PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI PUSAT UNTUK MEMERIKSA DAN MENGADILI GUGATAN INI SERTA MEMUTUSKAN :

DALAM PROVISI



Menjatuhkan putusan sela pada saat persidangan pertama atau kedua sebagaimana ketentuan pasal 96 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dengn isi putusan sebagai berikut: 
a) Memerintahkan TERGUGAT untuk membayarkan gaji/upah PARA PENGGUGAT (Pujianto, dkk) sejak dihentikannya pembayaran gaji/upah oleh TERGUGAT sejak tanggal 1 Februari 2015 s/d Desember 2015, dan Januari 2016 s/d Mei 2016 jumlahnya sudah dihitung dengan benar tanpa kesalahan, sebesar Rp 143.700.000,- (Seratus empat puluh tiga juta tujuh ratus ribu rupiah)
b) Memerintahkan TERGUGAT untuk membayarkan upah PARA PENGGUGAT dari bulan Februari 2015 sampai dengan adanya putusan Pengadilan Hubungan Industrial yang memiliki kekuatan hukum yang tetap.

DALAM POKOK PERKARA



1. Menerima dan mengabulkan Gugatan PARA PENGGUGAT untuk seluruhnya

2. Menyatakan bahwa perselisihan antara PARA PENGGUGAT dan TERGUGAT adalah perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja

3. Menyatakan Anjuran Mediator pada Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara Nomor : 1576/-1.831 tertanggal 11 Mei 2015 tidak sah dan  batal demi hukum.

4. Menyatakan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang diterapkan oleh TERGUGAT tidak sah dan batal demi hukum.

5. Menyatakan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja yang timbul akibat klaim TERGUGAT bahwa PARA PENGGUGAT telah habis masa kontrak TIDAK SAH DAN BATAL DEMI HUKUM

6. Memerintahkan TERGUGAT untuk mempekerjakan kembali PARA PENGGUGAT ditempat dan posisi semula tanpa mengurangi hak-haknya.

7. Demi adanya perlindungan terhadap hak-hak PARA PENGGUGAT, maka apabila TERGUGAT lalai untuk melaksanakan kewajibannya sebagaimana dalam tuntutan provisi dan pokok perkara, kiranya majelis hakim yang mulia mengenakan kepada TERGUGAT DWANGSOM (uang paksa) sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) setiap hari sejak putusan dibacakan sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum yang tet ap dan final atas perkara a quo.

8. Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara ini.

SUBSIDAIR


Apabila Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Eex Aquo Et Bono).


HORMAT  KAMI
Kuasa Hukum PENGGUGAT




(Nama Dan TTD Kuasa HuKum)

Kunjungi link berikut ini untuk mengetahui lebih banyak tentang gugatan dan Contoh-Contoh Gugatan. Jika artikel ini bermanfaat, luangkan waktu anda untuk membagikan kepada teman anda. Terima kasih.

0 komentar: