Contoh Gugatan Ulang Pasca NO (Niet Ontvankelijke Verklaard)

Thursday 21 March 2019

Contoh Gugatan Ulang Pasca NO (Niet Ontvankelijke Verklaard)

Gugatan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard)

Berikut ini adalah contoh gugatan perkara perdata Hubungan Industrial (PHK) yang diajukan keduakalinya di pengadilan yang sama, yaitu Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan diajukan untuk keduakali karena sebelumnya sudah pernah diajukan, akan tetapi  oleh Hakim PHI Jakarta Pusat saat itu menjatuhkan putusan yang menyatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima atau biasa dikenal dengan istilah NO (Niet Ontvankelijke Verklaard)

Adapun dasar Hakim memutus NO perkara ini ialah mengingat salah seorang penggugat dalam perkara tersebut telah dilaporkan oleh tergugat ke kepolisian atas dugaan adanya tindak pidana. Menurut Hakim, laporan polisi tersebut tetap harus bersandar pada azas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).  dan pemeriksaannya dilaksanakan sesuai ketentuan pidana yang berlaku. Mengingat kewenangan untuk memutus tindak pidana bukan kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo tidak dapat dilanjutkan sampai terdapat putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap


Pertimbangan yang mengakibatkan gugatan para Penggugat dinyatakan niet onvankelijk verklaard oleh Majelis Hakim PHI Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diuraikan dalam Putusan Perkara Nomor 49/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 25 September 2014 halaman 57 dan 58, dikutip sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa llaporan Polisi yang diajukan oleh Tergugat merupakan hak yang dilindungi undang-undang (UU). Meskipun Tergugat mengajukan laporan Polisi terhadap Penggugat Burhanudin setelah Para Penggugat mengajukan gugatan dalam perkara a quo, laporan polisi tersebut tetap harus bersandar pada azas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) dan pemeriksaannya dilaksanakan sesuai  ketentuan hukum pidana yang berlaku. Oleh karena laporan tersebut terkait dengan tuduhan melakukan tindak pidana maka Para Penggugat berkewajiban untuk menunggu perkembangan penyelesaian perkara pidana tersebut. Mengingat kewenangan untuk memutus tindak pidana bukan kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo tidak dapat dilanjutkan sampai terdapat putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap". (hal 57 paragraf terakhir).

Setelah pemeriksaan perkara pidana tersebut di atas selesai dan mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap (incracht) dari Pengadilan Negeri, gugatan kembali diajukan oleh buruh ke Pengadilan hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Nomor : 09/EKS/PP-FSBN/IV/2018

Kepada Yth,
Ketua Pengadilan Hubungan Industrial
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Jl. Bungur Besar Raya No. 24, 26 dan 28 kemayoran.
Di. Jakarta.

Dengan hormat,

Yang bertandatangan dibawah ini, adalah :

1. Tulis Nama Lengkap Kuasa  
2. Tulis Nama Lengkap Kuasa
3. Tulis Nama Lengkap Kuasa

Keseluruhannya Warga Negara Indonesia dan merupakan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Nusantara dengan Bukti Pencatatan Nomor : 568.4/3283-DISNAKER/2010, beralamat di Jalan Daan Mogot KM 19, 8 No. 98, RT. 006/ RW. 001, Kel. Kebon Besar, Kec. Batuceper, Kota Tangerang, Banten - 15122 sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Federasi Serikat Buruh Nusantara 

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 27 Juli 2018 bertindak untuk dan atas Nama Para Pemberi Kuasa, sebagai berikut;

1. Burhanudin, beralamat di Jl. Tanjung Pura Kp. Koang RT. 003 / RW. 005 Kel. Pegadungan, Kec. Kalideres, Jakarta Barat------------selaku Penggugat I.

2. M. Nurdin, beralamat di Jl. Tanjung Pura Kp. Koang RT. 003 / RW. 005 Kel. Pegadungan, Kec. Kalideres, Jakarta Barat-----------------selaku Penggugat II.

Nama tersebut di atas adalah Pekerja PT. Sumber Bahagia Metalindo yang beralamat di Jalan Tanjung Pura No. 8, RT. 009/ RW.05, Kel. Pegadungan, Kec. Kalideres, Jakarta Barat - 11830, dan menjadi Anggota Serikat Buruh Nusantara (SBN) PT. Sumber Bahagia Metalindo yang berafiliasi pada Federasi Serikat Buruh Nusantara (FSBN)-------------------Selanjutnya disebut sebagai PARA PENGGUGAT.

Dengan ini Para Penggugat mengajukan Gugatan atas Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja melalui Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terhadap; 

PT. SUMBER BAHAGIA METALINDO,beralamat di Jalan Tanjung Pura No. 8, RT. 09/RW. 05, Kel. Pegadungan, Kec. Kalideres, Jakarta Barat-11830.------------------------------Selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT.

BACA JUGA ARTIKEL BERIKUT:

DASAR GUGATAN


1. Bahwa UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 87 menyebutkan bahwa : Serikat Pekerja / Serikat Buruh dan Organisasi Serikat Buruh dapat bertindak sebagai kuasa hukum Serikat Buruh untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya

2. Bahwa UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan perburuhan melalui Pengadilan Hubungan Industrial. Pasal 1 angka 17 jo angka 1 UU No. 2 Tahun 2004 menyatakan bahwa: Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

Pasal 1 angka 1

Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
  
3. Bahwa gugatan ini adalah Gugatan Pemutusan Hubungan Kerja yang timbul akibat adanya sanksi Skorsing yang dijatuhkan Tergugat kepada Para Penggugat melalui surat No.01/SK/SBM/X/2013 dan No. 02/SK/SBM/X/2013 dengan judul SURAT KEPUTUSAN tertanggal 7 Oktober 2013. 

4. Bahwa yang dimaksud dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja dalam pasal 1 angka 4 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah;

Pasal 1 angka 4

Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

5. Bahwa perkara ini sebelumnya sudah pernah diajukan untuk diperiksa di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 17 April 2014, dengan Register Nomor Perkara:  94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST.

6. Bahwa majelis Hakim (H.R. IIM NUROHIM, S.H. - Ketua Majelis; SUPONO, S.H, SE, MM – Hakim Anggota; JUANDA PANGARIBUAN, S.H, MH. – Hakim Anggota) yang memeriksa, mengadili serta memutus perkara 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST telah memeriksa, memberikan pertimbangan serta menjatuhkan Putusan Sela Dan Putusan Akhir pada pokok perkara, yaitu:

PUTUSAN SELA 

“DEMI KEADILAN BERDASRKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat --------------------- dst


MENGADILI


1) Mengabulkan tuntutan putusan sela tersebut;


2) Menyatakan Tergugat telah melakukan tindakan skorsing kepada para penggugat melalui Surat Keputusan (SK) NO: 01/SK/SBM/X/2013, dan SK NO: 02/SK/SBM/X/2013, tanggal 7 Oktober 2013.


3) Menyatakan Tergugat terbukti tidak membayar kepada para penggugat upah skorsing sejak tanggal 8 Oktober 2013 sampai pada saat putusan ini diucapkan;


4) Menghukum tergugat membayar tunggakan upah skorsing kepada Penggugat I dan penggugat II terhitung sejak tanggal 8 Oktober 2013 sampai dengan juni 2014, dengan perincian sebagai berikut:


a. Penggugat I sebesar Rp. 17.717.441 (tujuh belas juta tujuh ratus tujuh belas ribu empat ratus empat puluh satu rupiah);


b. Penggugat II sebesar Rp. 20.741.941 (dua puluh juta tujuh ratus empat puluh satu ribu sembilan ratus empat puluh satu rupiah);


5) Menghukum tergugat melanjutkan pembayaran upah skorsing kepada para penggugat setiap bulan sejak Juli 2014 sampai perselisihan ini memperoleh penyelesaian yang berkekuatan hukum tetap;


6) Memerintahkan Penggugat dan Tergugat untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara;


7) Menangguhkan biaya perkara yang akan diperhitungkan kemudian bersama-sama dalam pokok perkara;”


PUTUSAN AKHIR (PADA POKOK PERKARA)

“DEMI KEADILAN BERDASRKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ……………………………………………… dst


MENGADILI


DALAM KONPENSI


DALAM EKSEPSI


Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya:


DALAM POKOK PERKARA


Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard)


DALAM REKONPENSI


Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard)


7. Bahwa adapun pertimbangan dan hal yang mengakibatkan gugatan para Penggugat dinyatakan niet onvankelijk verklaard oleh Majelis Hakim PHI Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diuraikan dalam Putusan Perkara Nomor. 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 25 September 2014 antara PARA PENGGUGAT DAN TERGUGAT halaman 57 dan 58, dikutip sebagai berikut:

“Menimbang, bahwa laporan Polisi yang diajukan oleh Tergugat merupakan hak yang dilindungi undang-undang (UU). Meskipun Tergugat mengajukan laporan Polisi terhadap Penggugat Burhanudin setelah Para Penggugat mengajukan gugatan dalam perkara a quo, laporan polisi tersebut tetap harus bersandar pada azas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) dan pemeriksaannya dilaksanakan sesuai ketentuan hukum pidana yang berlaku. Oleh karena laporan tersebut terkait dengan tuduhan melakukan tindak pidana maka Para Penggugat berkewajiban untuk menunggu perkembangan penyelesaian perkara pidana tersebut. Mengingat kewenangan untuk memutus tindak pidana bukan kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo tidak dapat dilanjutkan sampai terdapat putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap (hal 57 paragraf terakhir).

Menimbang, bahwa pertimbangan majelis hakim menyatakan kewajiban para penggugat menunggu putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap status Penggugat apabila suatu saat putusan pidana tidak menyatakan penggugat bersalah maka putusan itu akan epektif sebagai bukti dalam mengajukan gugatan baru. majelis hakim berpendapat bahwa menunggu proses pidana terkait penggugat sampai selesai merupakan bagian dari proses menghormati prinsip praduga tidak bersalah (presumption of innocence), (hal 58 paragraf kedua).


Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas karenanya majelis hakim menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard) penggugat dapat mengajukan kembali gugatan baru setelah laporan polisi Nomor: LP/470/XI/2013/PMJ/Rstro TNG/Sek. CPDH, tanggal 7 Mei 2014 memperoleh putusan berkekuatan hukum (Inkracht vangewijsde) dari pengadilan atau setelah polisi menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap laporan polisi diatas, (hal 58 paragraf ketiga).”


8. Bahwa atas laporan Tergugat ke Polsek Cipondoh Tangerang sebagaimana yang dimaksud dalam pertimbangan Majelis Hakim (dalam hal ini Bapak Amin Saputra selaku pemilik perusahaan memberi kuasa kepada Tri Diwarno selaku Manager Personalia untuk bertindak sebagai pelapor) dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang, Pengadilan Negeri Tangerang telah memeriksa dan memutus perkara sebagaimana dimaksudkan di atas dan telah menjatuhkan putusan dengan Nomor. 2126/PID.B/2014/PN.TNG Pada tanggal 5 Agustus 2015 dengan amar putusan pada pokok nya menyatakan: 

1) Menyatakan Terdakwa BURHANUDIN bin NAAN (alm) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “penggelapan”;

2) Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa BURHANUDIN bin NAAN (alm) dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan;


3) Menetapkan bahwa pidana penjara tersebut tidak akan dijalankan, kecuali ada perintah lain dalam putusan hakim, oleh karena sebelum masa waktu selama 10 (sepuluh) bulan berakhir Terdakwa melakukan perbuatan yang dapat dipidana;


4) Menetapkan agar barang bukti berupa: 1 (satu) lembar kwitansi untuk pembayar dst…………. Tetap terlampir dalam berkas perkara.


5) ……………………..dst


9. Bahwa terhadap perkara tersebut di atas telah dilakukan segala upaya hukum, yaitu;

1) Banding ke Pengadilan Tinggi Banten dan telah mendapatkan putusan dengan Nomor. 124/PID/2015/PT.BTN tanggal 5 November 2015 yang pada pokoknya menolak permohonan banding BURHANUDIN selaku Pemohon (Selaku Penggugat I dalam gugatan a quo) dan menguatkan putusan PN Tangerang Nomor. 2126/PID.B/2014/PN.TNG Pada tanggal 5 Agustus 2015

2) Kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dan telah memperoleh putusan Nomor: 752 K/PID/2016 tanggal 20 September 2016 yang pada pokoknya menolak permohonan Kasasi BURHANUDIN selaku Pemohon (Selaku Penggugat I dalam gugatan a quo) dan menguatkan putusan PN Tangerang Nomor. 2126/PID.B/2014/PN.TNG tanggal 5 Agustus 2015 dan Putusan Pengadilan Tinggi Banten Nomor 124/PID/2015/PT.BTN tanggal 5 November 2015

10. Bahwa adapun salinan putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 752 K/PID/2016 20 September 2016 diterima oleh Penggugat I pada tanggal 3 Oktober 2017 melalui panitera pada Pengadilan negeri Tangerang. 

11. Maka dengan demikian perkara pidana sebagaimana alasan Tergugat dalam menjatuhkan skorsing kepada Penggugat serta alasan – alasan pertimbangan mengakibatkan gugatan para Penggugat dinyatakan niet onvankelijk verklaard oleh Majelis Hakim PHI Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diuraikan dalam Putusan Perkara Nomor 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 25 September 2014 antara PARA PENGGUGAT DAN TERGUGAT telah berkekuatan hukum tetap. 

12. Bahwa meskipun telah ada putusan berdasarkan hal-hal tersebut di atas, untuk Penggugat Pengajukan gugatan Pemutusan Hubungan Kerja pada PHI Jakarta Pusat. Dengan demikian gugatan ini telah memenuhi kewenangan relatif dan absolut untuk diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

BACA JUGA ARTIKEL BERIKUT:

ALASAN GUGATAN


1. Bahwa hingga gugatan ini diajukan oleh para Penggugat, terhadap pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Tergugat dalam perkara a quo belum ada putusan hukum yang berkekuatan tetap, maka oleh karena itu perlu diperiksa dan diputuskan di Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

2. Bahwa skorsing dari Tergugat yang dijatuhkan kepada Penggugat I dan kepada Penggugat II, di satu sisi telah mengakibatkan Para Penggugat tidak dapat melaksanakan pekerjaannya bukan karena keinginannya tetapi karena dilarang oleh Tergugat, dan di sisi yang lain telah telah mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja antara Tergugat dengan para penggugat.

3. Bahwa akibat hukum dari terbitnya putusan yang berkekuatan hukum tetap terhadap dugaan tindak pidana yang dimaksud pada putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor. 2126/PID.B/2014/PN.TNG Pada tanggal 5 Agustus 2015 yang dikuatkan dengan putusan Pengadilan Tinggi Banten Nomor. 124/PID/2015/PT.BTN tanggal 5 November 2015 serta Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor 752 K/PID/2016 tanggal 20 September 2016, sebagai berikut;

TERHADAP PENGGUGAT I (BURHANUDIN)

a. Penggugat I terbukti bersalah setelah dugaan tindak pidana mendapat putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung tertanggal 20 September 2016.Atau dengan kata lain;

b. Berdasarkan hukum Sdr. Penggugat I masih terikat hubungan kerja yang sah dengan Tergugat dan padanya masih melekat segala hak-hak yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

c. Bahwa Tergugat hanya dapat melakukan PHK setelah Penggugat I dinyatakan terbukti bersalah sejak adanya Putusan Mahkamah Agung tanggal 20 September 2016.


TERHADAP PENGGUGAT II (M. NURDIN)

a. Bahwa putusan pidana sebagaimana disebutkan di atas tidak berlaku dan tidak mengikat terhadap Penggugat II. Atau dalam arti lain:

b. Sdr.Penggugat II tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana sebab lahirnya surat skorsing terhadap Penggugat II.

c. Berdasarkan hukum Sdr. Penggugat II masih terikat hubungan kerja yang sah dengan Tergugat dan padanya masih melekat segala hak-hak yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan 

4. Bahwa meskipun pada dasarnya Tergugat dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada Penggugat I setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap atas suatu perbuatan tindak pidana (Putusan MK Nomor 012/PUU-I/2003 jo Surat Edaran Menteri Tenaga kerja R.I  Nomor: SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005). Namun hingga sampai saat ini Tergugat tidak pernah menyatakan/menetapkan/ memutuskan untuk menjatuhkan PHK kepada Penggugat I (BURHANUDIN). Pun dekimian hal nya dengan Penggugat II (M. NURDIN) yang tidak berhubungan dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap mengenai perbuatan pidana dan/atau tidak terbukti melakukan tindak pidana yang dimaksud di atas. Tetapi Tergugat hanya menjatuhkan sanksi berupa skorsing berdasarkan Surat Keputusan (SK) NO: 01/SK/SBM/X/2013, dan SK NO: 02/SK/SBM/X/2013, tanggal 7 Oktober 2013.

DENGAN KATA LAIN:

MESKIPUN PERKARA PIDANA YANG DIJADIKAN ALASAN SKORSING OLEH TERGUGAT TELAH MENDAPAT PUTUSAN FINAL, PERKARA PERDATA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PHK) ANTARA PENGGUGAT DAN TERGUGAT BELUM PUTUS DAN BELUM FINAL.

(Vide: Putusan Sela Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 10 Juli 2014 jo Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 25 September 014).

5. Bahwa mengingat putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri jakarta Pusat Nomor: 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 25 September 2014 pada halaman 54 paragraf ke 4 (empat) yang menyatakan:

“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas karenanya Majelis Hakim menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet onvankelijk verklaard). PENGGUGAT DAPAT MENGAJUKAN KEMBALI GUGATAN BARU setelah laporan Polisi Nomor LP/470/XI/2013/PMJ/Rstro TNG/Sek. CPDH, tanggal 07 mei 2014, memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht vangewijsde) dari pengadilan atau setelah polisi menerbitkan Surat perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap laporan polisi di atas.


“Menimbang, bahwa oleh karena sebelum putusan ini diucapkan Majelis Hakim telah memutus dengan putusan sela mengenai upah skorsing Para Penggugat, maka PUTUSAN SELA Nomor: 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 10 Juli 2014, TETAP BERLAKU DAN MENGIKAT dan DAPAT DILAKSANAKAN dengan berpedoman pada pasal 96 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dengan perkataan lain, Putusan Majelis Hakim yang menyatakan gugatan Penggugat tidak apat diterima karena harus menunggu putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan pidana, TIDAK MENGAKIBATKAN putusan sela Nomor: 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 10 Juli 2014 BATAL ATAU TIDAK MENGIKAT sesuai Pasal 96 putusan sela tersebut merupakan putusan yang sudah BERKEKUATAN HUKUM TETAP”.


M O H O N   P U T U S A N    Y A N G    A D I L

DALAM POKOK PERKARA


1. Bahwa Tergugat adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Industri Metal Stamping Automotive Parts dan Metal Product lainya yang berdiri sejak Tahun 1986, beralamat di Jalan Tanjung Pura N0. 8 RT. 009/ RW. 05, Kel. Pegadungan, Kec. Kalideres, Jakarta Barat-11830.

2. Bahwa Para Penggugat adalah buruh yang bekerja pada Tergugat dengan masa kerja masing-masing sebagai berikut; 

  • Burhanudin, bekerja sejak tanggal 13 Juni 2001, terakhir bekerja di bagian produksi
  • M. Nurdin bekerja sejak tanggal 13 Juli 1999, terakhir bekerja di bagian produksi
3. Bahwa Penggugat I adalah Ketua Serikat Buruh Nusantara PT. Sumber Bahagia Metalindo (SBN PT. SBM) dan Penggugat II adalah Wakil Ketua Serikat Buruh Nusantara PT. Sumber Bahagia Metalindo (SBN PT. SBM).

4. Bahwa adapun hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau hubungan kerja tetap.

5. Bahwa menurut pengertian Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan Perusahaan.

6. Bahwa oleh karena perselisihan hubungan industrial atau perselisihan PHK antara Para Penggugat dengan Tergugat masih belum memiliki putusan hukum yang final oleh karena adanya skorsing dari Tergugat, hal tersebut juga mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum mengenai status hubungan kerja antara Para Penggugat dan Tergugat khususnya mengenai pengakhiran hubungan kerja. Terlebih lagi Penggugat II yang haknya ataupun gugatan nya yang dahulu turut dipengaruhi dan tergantung karena harus menunggu putusan pidana.

7. Bahwa selain itu, Tergugat juga tidak pernah memanggil Para Penggugat untuk membahas penyelesaian perkara yang sedang terjadi, baik terhadap Penggugat I terlebih Penggugat II.

8. Bahwa sejak awal Tergugat sudah melarang Para Penggugat untuk melaksanakan kewajiban, yaitu melarang Para Penggugat untuk memasuki area perusahaan serta untuk melaksanakan pekerjaan seperti biasanya; Para Penggugat meminta agar dipekerjakan oleh tergugat, bahkan Para Penggugat menyatakan kesediaanya untuk tetap menjalankan kewajiban kepada tergugat sambil menunggu putusan yang final.

9. Bahwa melihat sikap dan tindak-tanduk Tergugat sejak menetapkan skorsing kepada Para Penggugat, baik sebelum adanya putusan yang BHT terhadap perkara pidana yang dimaksud di atas maupun setelah adanya putusan pidana yang BHT, tampak bahwa Tergugat sengaja untuk mempermainkan hak Para Penggugat yang sudah ditetapkan oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini dapat dilihat dari tidak dijalankannya Putusan Sela Pengadilan Hubungan Industrial Pada PN Jakarta Pusat Nomor: 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 10 Juli 2014, yaitu tergugat tidak membayar hak upah skorsing kepada Para Penggugat.

10. Bahwa meskipun sampai saat ini tidak secara tegas menyatakan PHK kepada Para Penggugat, namun dengan tindak – tanduk Tergugat tersebut diatas jelas bahwa Tergugat ingin menjatuhkan PHK kepada Para Penggugat. Hal ini juga sejalan dengan Pendapat Majelis Hakim pada Putusan Sela Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor. 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 10 Juli 2014 halaman 46 paragraf ketiga yang dikutip di bawah ini;

Menimbang, bahwa memperhatikan bukti T.9, T.10, dan bukti P.2, keputusan Tergugat melakukan skorsing kepada Tergugat (seharusnya kepada Para Penggugat) melarang para Penggugat menjalankan kewajibannya. Tujuan lebih lanjut dari skorsing itu adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK.”

11. Bahwa setelah Putusan Pengadilan Negeri Tangerang, (Banding) Pengadilan Tinggi Banten Dan (Kasasi) Putusan Mahkamah Agung RI yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap maka para penggugat mencoba menghubungi Tergugat untuk mengkonfirmasi kepastian sikap tergugat terkait status hubungan kerja antara kedua belah pihak dengan jalan musyawarah.

12. Bahwa setelah para penggugat mengkonfirmasi dengan tergugat terkait status hubungan kerja, dan tergugat pun belum merespon hal tersebut dengan baik sehingga hal ini menjadi salah satu alasan Para Penggugat mengajukan gugatan aquo untuk mendapatkan keadilan melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

13. Bahwa di lain hal, selama alasan atau penyebab adanya pengakhiran hubungan kerja ini masih diperselisihkan, Para Penggugat tidak dapat mengikatkan dirinya dalam sebuah hubungan kerja yang sah dengan pihak manapun karena selama perkara ini belum memperoleh putusan hukum yang tetap dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Tergugat dan Para Penggugat masih terikat dalam sebuah hubungan kerja sebagai Pengusaha dan Buruh.

14. Bahwa sekalipun Para Penggugat sudah berupaya untuk meminta untuk tetap dipekerjakan kembali oleh Tergugat, dan para Penggugat sudah berupaya untuk meyakinkan Tergugat bahwa para Penggugat bersedia tunduk dan menghormati serta mematuhi apapun yang menjadi putusan hukum nantinya, namun hingga kini pun setelah ada putusan hukum yang final (putusan sela PHI pada PN Jakarta Pusat tentang Upah Proses dan Putusan Mahkamah Agung tentang putusan pidana) Tergugat tidak melaksanakan kewajiban nya kepada Para Penggugat.

15. Bahwa dengan memperhatikan fakta tersebut di atas, Para Penggugat menilai Tergugat sudah tidak memiliki itikad baik untuk meneruskan hubungan kerja dengan Para Penggugat. Dan kalaupun diteruskan maka dipastikan akan terjadi ketidak - nyamanan atau hubungan yang tidak baik lagi. Oleh karena itu untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum atas status hak Para Penggugat, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perlu menetapkan dan memutuskan terlebih dahulu status pemutusan hubungan kerja antara Para Penggugat dan Tergugat.

16. Bahwa oleh karena itu Para Penggugat mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo berkenan mengabulkan dalam putusan dengan menetapkan: PUTUS HUBUNGAN ANTARA PENGGUGAT DAN TERGUGAT SEJAK ADANYA PUTUSAN TERHADAP GUGATAN A QUO DARI PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT BILA TIDAK ADA UPAYA KASASI DARI TERGUGAT ATAU SEJAK ADANYA PUTUSAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP BILA ADA UPAYA KASASI DARI TERGUGAT.

17. Bahwa dengan putusan tersebut di atas mohon agar Majelis Hakim menetapkan dan memutuskan bahwa Tergugat harus membayar Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja Dan Uang Penggantian Hak Sebesar 2X ketentuan pasal 156 ayat (2), pasal 156 (3), pasal 156 (4) Undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, serta hak-hak lain yang biasa diterima yaitu Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2014, 2015, 2016, 2017 dan tahun 2018 adalah sebagai berikut: 
Gugatan Ulang Pasca NO
Total Keseluruhan Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja Dan Uang Penggantian Hak Para Penggugat 2x Ketentuan Pasal 156 Ayat (2, 3 dan Ayat 4) Sebesar Rp. 205.566.829,- + THR Tahun 2014, 2015, 2016, 2017 Dan Tahun 2018 Sebesar RP 30.490.172,- 

Total keseluruhan = Rp. 236.056.225,- Terbilang (Dua ratus tiga puluh enam juta lima puluh enam ribu dua ratus dua puluh lima rupiah).

18. Adapun perhitungan tersebut di atas menggunakan asumsi bahwa apabila Tergugat tidak melakukan upaya kasasi. Bilamana Tergugat melakukan upaya kasasi mohon agar Majelis Hakim menetapkan dan memutuskan lama masa kerja antara Para Penggugat dengan tergugat serta Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta yang akan dijadikan sebagai dasar penghitungan pesangon dan hak lainnya mengacu pada tahun dikeluarkannya putusan kasasi dari Mahkamah Agung.

BACA JUGA ARTIKEL BERIKUT:
Contoh Permohonan Intervensi Dalam Perkara

1. Bahwa oleh karena majelis Hakim (H.R. IIM NUROHIM, S.H. - Ketua Majelis; SUPONO, S.H, SE, MM – Hakim Anggota; JUANDA PANGARIBUAN, S.H, MH. – Hakim Anggota) yang memeriksa, mengadili serta memutus perkara 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST telah memberikan putusan sela dengan amar: 


“DEMI KEADILAN BERDASRKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ………………………………………… dst


MENGADILI
1) Mengabulkan tuntutan putusan sela tersebut;
2) Menyatakan Tergugat telah melakukan tindakan skorsing kepada para penggugat melalui Surat Keputusan (SK) NO: 01/SK/SBM/X/2013, dan SK NO: 02/SK/SBM/X/2013, tanggal 7 Oktober 2013.
3) Menyatakan Tergugat terbukti tidak membayar kepada para penggugat upah skorsing sejak tanggal 8 Oktober 2013 sampai pada saat putusan ini diucapkan;
4) Menghukum tergugat membayar tunggakan upah skorsing kepada Penggugat I dan penggugat II terhitung sejak tanggal 8 Oktober 2013 sampai dengan juni 2014, dengan perincian sebagai berikut:
a. Penggugat I sebesar Rp. 17.717.441 (tujuh belas juta tujuh ratus tujuh belas ribu empat ratus empat puluh satu rupiah);
b. Penggugat II sebesar Rp. 20.741.941 (dua puluh juta tujuh ratus empat puluh satu ribu sembilan ratus empat puluh satu rupiah);
5) Menghukum tergugat melanjutkan pembayaran upah skorsing kepada para penggugat setiap bulan sejak Juli 2014 sampai perselisihan ini memperoleh penyelesaian yang berkekuatan hukum tetap;
6) Memerintahkan Penggugat dan Tergugat untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara;
7) Menangguhkan biaya perkara yang akan diperhitungkan kemudian bersama-sama dalam pokok perkara;”

2. Bahwa oleh karena hingga saat ini Tergugat nyata nyata tidak melaksanakan putusan sela tersebut dengan bukti bahwa Tergugat tidak membayar upah kepada Para Penggugat setiap bulan sebelum adanya putusan berkekuatan hukum tetap terhadap pemutusan hubungan aquo. Padahal, Majelis Hakim telah menyatakan dalam pertimbangan nya bahwa: “Menimbang, bahwa oleh karena sebelum putusan ini diucapkan Majelis Hakim telah memutus dengan putusan sela mengenai upah skorsing Para Penggugat, maka PUTUSAN SELA Nomor: 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 10 Juli 2014, TETAP BERLAKU DAN MENGIKAT dan DAPAT DILAKSANAKAN dengan berpedoman pada pasal 96 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Dengan perkataan lain, Putusan Majelis Hakim yang menyatakan gugatan Penggugat tidak apat diterima karena harus menunggu putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan pidana, TIDAK MENGAKIBATKAN putusan sela Nomor: 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 10 Juli 2014 BATAL ATAU TIDAK MENGIKAT sesuai Pasal 96 putusan sela tersebut merupakan putusan yang sudah BERKEKUATAN HUKUM TETAP”.

3. Oleh karena itu mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini berkenan menjatuhkan putusan sela pada persidangan pertama atau kedua yang amarnya:

1) PUTUSAN SELA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 18 September 2014 DAPAT DILAKSANAKAN
2) MENGHUKUM TERGUGAT UNTUK MELAKSANAKAN PUTUSAN SELA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 18 September 2014 
3) MENGHUKUM TERGUGAT UNTUK MEMBAYAR UPAH KEPADA PARA PENGGUGAT SESUAI DENGAN PERHITUNGAN ATAU AMAR DALAM PUTUSA PUTUSAN SELA PENGADILA HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 18 September 2014 


4. Bahwa ada kekhawatiran bahwa Tergugat tidak berkenan untuk melaksanakan putusan atas perkara ini secara sukarela oleh karenanya TERGUGAT diwajibkan untuk membayar uang paksa atau dwangsom sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu) setiap hari kepada masing masing penggugat sejak perkara ini diputus oleh Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, setidak-tidaknya sejak tergugat tidak bersedia melaksanakan amar putusan atas perkara ini yang telah berkekuatan hukum tetap. 

BERDASARKAN SELURUH URAIAN DIATAS, DENGAN INI PARA PENGGUGAT MEMOHON KEPADA MAJELIS HAKIM YANG MULIA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT UNTUK MEMERIKSA DAN MENGADILI GUGATAN INI SERTA MEMUTUSKAN;

DALAM PROVISI

1) Putusan sela Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 18 september 2014 dapat dilaksanakan

2) Menghukum tergugat untuk melaksanakan Putusan sela Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 18 september 2014

3) Menghukum tergugat untuk membayar upah kepada para penggugat sesuai dengan perhitungan atau amar dalam Putusan sela Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 94/PHI.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 18 september 2014

DALAM POKOK PERKARA

1. Menerima dan mengabulkan Gugatan PARA PENGGUGAT untuk seluruhnya.

2. Putus hubungan antara penggugat dan tergugat sejak adanya putusan terhadap gugatan a quo dari Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bila tidak ada upaya kasasi dari tergugat ATAU sejak adanya putusan berkekuatan hukum tetap bila ada upaya kasasi dari tergugat.

3. Menghukum TERGUGAT untuk Membayar Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak Para Penggugat 2X Ketentuan Pasal 156 Ayat (2, 3 dan Ayat 4) Sebesar Rp. 205.566.829,- + THR Tahun 2014, 2015, 2016, 2017 dan Tahun 2018 Sebesar Rp. 30.490.172,-

Total keseluruhan Rp. 236.056.225,- Terbilang (Dua ratus tiga puluh enam juta lima puluh enam ribu dua ratus dua puluh lima rupiah).

4. Menghukum Tergugat untuk membayarkan Uang Paksa (Dwangsom) sebesar Rp.250.000,- (Dua ratus lima puluh ribu rupiah) setiap hari kepada masing masing penggugat sejak putusan dibacakan sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum yang tetap atas perkara a quo.

5. Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara ini.

Atau;

Apabila Majelis Hakim yang Mulia Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex Aquo Et Bono).

HORMAT  KAMI

Kuasa Hukum Para  Penggugat





DITANDATANGANI SEMUA KUASA


JANGAN LEWATKAN ARTIKEL BERIKUT INI:

0 komentar: