Bukan omong kosong, tapi kenyataan. Jelas, ketika tim mediator dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia beserta tim dari Disnaker KotaTangerang ditolak mentah-mentah untuk masuk ke area perusahaan untuk
menyelesaikan persoalan yang terjadi di PT Intan Pertiwi Industri. Ini merupakan
konsekuensi akibat lemahnya pengawasan dan tidak adanya tindakan hukum yang
serius oleh pemerintah bagi pengusaha nakal. Inilah bukti nyata bahwa hukum di
negeri ini terbilang lemah.Bayangkan jika Tim dari Kementrian saja diusir oleh
penjaga pintu pengusaha lalu kabur, tentu saja akan menjadi tontonan yang
konyol bagi yang menyaksikan kejadian tersebut. Tapi itulah pemerintah kita
yang sudah tidak dianggap lagi keberadaannya oleh pengusaha. Kita akan lihat
seperti apa tindakan secepatnya dari Kemenakertrans, jika masih tetap
membungkam dan tidak ada tindakan hukum yang serius, maka boleh dibilang
pemerintah saat ini takut dan mengabdi kepada pengusaha. Kejadian-kejadian
seperti inilah yang akan membuat pengusaha menjadi semakin kebal hukum.
Kasus
PHK sepihak dan aksi premanisme yang terjadi di PT.intan Pertiwi Industri
misalnya. Sebenarnya dengan
pengawalan yang intensive oleh kaum buruh lewat beberapa kali proses mediasi oleh
Disnaker Kota Tangerang, akhirnya kasus tersebut dimenangkan oleh kaum buruh
lewat surat anjuran yang dikeluarkan oleh pihak Disnaker, Namun
ternyata pihak perusahaan tidak mau melaksanakan isi anjuran tersebut dan
menyatakan banding ke pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) Banten.
Dalam
proses hukum adalah sah-sah saja bila kemudian para pihak menolak anjuran dan
menyatakan banding. Namun jelas bahwa selama proses hubungan industrial belum
ada putusan, kedua belah pihak wajib melaksanakan hak dan kewajiban. Pasal 155 UU N0 13
Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan-(1)Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum. (2)Selama
putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan,
baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala
kewajibannya. Namun apa yang terjadi di kasus Intan Pertiwi Industri tidak
melaksanakan ketentuan tersebut, hak karyawan berupa upah selama kurang lebih
empat bulan tidak dibayarkan. Bahkan hak Tunjangan Hari Raya (THR) juga tidak
diberikan.
Hukuman Penjara Bagi Pengusaha yang Tidak Membayarkan Upah dan THR
Menyambut Hari Raya Keagamaan, tentu para buruh sangat berharap dengan
adanya Tunjangan Hari Raya (THR). Namun hampir setiap perusahaan masih saja
terjadi pelanggaran terkait pemberian THR. Pada hal jelas Peraturan Menteri No4 tahun 1994 Pasal 2 (1)Pengusaha wajib memberikan T H R kepada pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih. Jika kemudian
pengusaha tidak memberikan THR bagi karyawannya maka itu adalah penggelapan
dalam jabatan, pasal 374 KUHP dan pasal 93 ayat 2 huruf f, pasal 186 UU No. 13tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan dan PP. No. 8 tahun 1981 tentang
perlindungan upah adalah dasar hukum yang kuat untuk pempidanakan
pengusaha-pengusaha yang melakukan pelanggaran atas upah maupun THR buruhnya.
Berdasarkan pasal 8 Kepmen No.4 tahun 1994 menegaskan:
- Bagi pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat (1)- dan pasal 4 ayat (2), diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 17 Undang-Undang No.14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
- Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
Namun bukan suatu jaminan bagi buruh apa yang telah diuraikan dalam
berbagai macam aturan/hukum tersebut di atas untuk memperoleh apa yang menjadi
haknya. Itu akan terwujud bila pemerintah memainkan peran/fungsinya sebagai
pelaksana pengawasan, menetapkan kebijakan dan melakukan penindakan terhadap
pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenaga kerjaan. Sayang, pemerintah
bisanya cuma ngomong dan tidak tegas. Anjuran Menteri Tenaga Kerja lewat surat
edaran Nomor:SE.05/MEN/VII/2012 ternyata hanya sebagai pelepas tanggung jawab
saja. Terkait dengan permasalahan yang terjadi dengan kawan-kawan karyawan PT.Intan Pertiwi dan dari perusahaan lain, didampingi tim advokasi dari Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan perwakilan Federasi Serikat Buruh Nusantara
(FSBN-KASBI) mendatangi kantor Kemenakertrans pada tgl 13 Agustus 2012, meminta
pertanggung jawaban pihak kementrian dan meminta supaya dapat mendesak
pengusaha agar memberikan hak karyawan atas upah dan THR.
Hingga selasa tgl 14 Agustus thn 2012 tim mediator dari Kemenakertrans,
Bpk Oloan Nadea dan Bpk Sahril L mendatangi Disnaker Tangerang dan melakukan
pertemuan dengan para karyawan PT. Intan Pertiwi Industri, didampingi
perwakilan FSBN-KASBI dan mediator Disnaker Tangerang. Ternyata sama saja, baik
dari pihak Dinas maupun dari pihak kementrian hanya berupaya membela diri dan
melepas tanggung jawab. “ Kalau nanti
kita mendatangi perusahaan dan kita memaksa agar THR tersebut dibyarkan, tapi
kalau pengusahanya gak mau bayar kita bisa apa? Baik dari kita maupun dari dinas gak
bisa ngapa-ngapain, kan kita gak punya gigi” Kata salah seorang Tim
Mediator dari Kemenakertrans.
Jelas-jelas ini pernyataan yang sangat memalukan. Ini bukti bahwa
pemerintah saat ini tunduk kepada kaum kapitalis dan menjadi antek-anteknya. “Saya melihat di TV Banten, itu kan Gubernur
Banten mengumumkan agar setiap pengusaha harus membayarkan THR karyawannya,
berartikan pemerintah sudah melaksanakan tugasnya” lanjut lagi oleh tim dari Kemenakertrans.