Gara-Gara Game

Sunday 18 January 2015

Gara-Gara Game

Gara Gara Game

Bagi Dimas, tak ada yang lebih menarik di dunia ini selain game. Segala yang terlihat – HP, komputer, laptop, teve, apalagi tablet – adalah game. Benda-benda itu menarik hatinya lantaran bisa dimainkan sebagai game, meskipun kegunaan sebenarnya bukan untuk itu.

Karena itu, dia sering curi-curi kesempatan menggunakan HP ayah atau ibunya. Jika benda itu tak sengaja tergeletak di atas kulkas, sementara ibu atau ayah sedang beraktivitas lain, tangannya bergerak cepat meraih benda itu. Setelahnya, dia menghilang, mojok di kamar sambil menggulung tubuhnya dengan selimut.

Tak lama kemudian akan ada sedikit keributan saat ayah atau ibu mencari-cari HP-nya. Setelah di-misscall berkali-kali barulah ketahuan Dimas yang menyalahgunakan HP itu.

”Dimas, Ibu selalu bilang HP itu sering diperlukan, bukannya buat mainan. Kalau ada panggilan penting tapi nggak keangkat gara-gara kepake game, bisa berabe nanti...,” hardik ibu. Dimas pun nyengir.

Gaya ayah berbeda. Dia akan langsung merebut HP di tangan Dimas tanpa basa-basi.

Toh, hardikan-hardikan itu tak mempan. Sampai akhirnya HP milik ibu rusak akibat kelamaan dipake nge-game. Entah kenapa, HP ibu mati benar-benar. Di-charge berkali-kali pun tak bisa nyala lagi.

Ibu Dimas hanya bisa mengelus dada. Begitu sayangnya dia pada Dimas sampai-sampai tak mau menampar atau sekedar mencubit lengannya. Ibu hanya berucap demikian memelas, “Dimas, itu HP dibeli mahal-mahal kamu rusakin begitu saja. Mau beli lagi mesti nunggu Ayah gajian. Tega kamu, Nak....”

Pada saat itu, tentu saja Dimas ikut menyesal. Namun beberapa hari kemudian, penyesalan memudar seiring kegemarannya pada game yang semakin kuat.

Kegembiraan terbit saat Bibi Tri membelikannya PSP, biarpun PSP tiruan alias bikinan China. Rupanya Bibi Tri tak tega keponakan tersayangnya itu terus bermuram durja lantaran tak bisa main game. Sejak saat itu pula, tak ada kesempatan terlewatkan tanpa Dimas bermain game PSP. Di sekolah, di saat pelajaran berlangsung pun, Dimas mencuri-curi waktu bermain PSP. Apalagi di rumah, hanya rasa lapar atau ke WC saja yang menghentikan Dimas bermain PSP. Tidak juga, film-film kartun di televisi masih sanggup membetot perhatian Dimas terhadap PSP, kecuali saat iklan.

Namun akibat kecerobohannya sendiri, PSP miliknya sering jatuh. Charger-nya hilang, sampai benda segenggaman tangan itu tidak bisa dihidupkan lagi. Dunia seakan runtuh bagi Dimas.

* * *

Belum lama berselang, tak jauh dari rumah Dimas, dibukalah sebuah warnet. Jaraknya hanya tiga menit berjalan. Mula-mula Dimas tidak ngeh. Tapi saat seorang teman mengajaknya ke sana, dia pun mengerti ada tempat bermain game yang mengasyikkan. Sayangnya, biaya sewanya lumayan mahal untuk ukuran anak-anak. Biaya jajan sehari bisa habis untuk satu jam saja.

Mula-mula Dimas datang ke warnet melihat-lihat. Dia perhatikan orang yang sedang bermain game online. Kemudian, berbekal uang jajan sehari, dia mencoba bermain sendiri. Seru banget, pekiknya dalam hati.

Sejak saat itu, berpikirlah Dimas bagaimana cara mendapatkan biaya sewa warnet. Beberapa hari dia mengumpulkan uang jajan, namun waktu terasa demikian cepat berlalu saat dirinya bermain game online. Sebanyak apapun uang jajan dikumpulkan seakan demikian cepat habisnya.

Suatu ketika, mata Dimas nanar melihat dompet ayahnya tergeletak begitu saja di atas kulkas. Sebelumnya, dia tak berpikir mengambil uang dalam dompet itu. Rumah lagi sepi. Dengan gemetar, Dimas membuka dompet itu dan menarik duit sepuluh ribuan dari dalamnya. Seketika itu juga dia melompat kesetanan, berlari menuju warnet.

Beberapa kali Dimas mendapatkan kesempatan itu. Sampai suatu hari, di dalam dompet itu hanya ada lembaran uang besar. Dia sempat ragu. Namun suara setan membisikinya bahwa dengan uang besar itu justru bisa lebih lama bermain game online.

Di warnet, Dimas pun menuntaskan kepuasannya. Hingga tiba-tiba sebuah tangan menjewer kupingnya dengan keras.

Cerita oleh Mulyanah